Monday, May 28, 2007

Summer is Coming

Taiwan saat ini mulai memasuki musim panas. Gerahnya minta ampun. Temperatur di Tainan sering berada di atas 30 C. Bahkan di beberapa kota lain, suhu mencapai 37 C. Heater sudah lama masuk kotak. Sekarang, kipas angin yang tak pernah berputar selama musim dingin mulai menjalankan tugasnya di kamar-kamar dorm. Jendela pun dibuka lebar-lebar, bahkan di malam hari.

Tinggal di kamar dorm menjadi tidak nyaman sama sekali. Sebagai gantinya, computer room dan perpustakaan pun menjadi pilihan para mahasiswa. Bila sebelumnya relatif mudah mencari meja kosong di perpustakaan, saat ini menjadi sedikit perlu perjuangan. Tidak sedikit mahasiswa yang numpang tidur di perpustakaan. Apalagi, desain interior perpustakaan yang nyaman bak hotel berbintang lima, semakin memperindah mimpi.

Pakaian pun berganti ragam. Bila di musim dingin para mahasiswa tampil sopan dengan jaket tebal, celana panjang, slayer, bahkan tutup kepala, di musim panas pakaian mereka berganti corak. Pakaian favorit yang acap ditemui adalah kaos singlet (betul-betul singlet saja) dan celana pendek. Jangan kaget, model serupa tidak hanya dikenakan para mahasiswa, namun juga dikenakan para guru bahasa di language centre.

Selain kipas angin, yang juga keluar dari kotak adalah payung. Pertama, tentu saja adalah untuk menahan sinar mentari yang menyengat. Kedua, meski musim panas, sesekali turun hujan lebat, dan payung pun menjadi teman yang mencegah dari kuyup.

Monday, May 21, 2007

Bertemu Presiden

Hari ini, sembilan tahun lampau, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya setelah selama sekitar 32 tahun berkuasa di Indonesia. Tidak pelak, ada perasaan bangga yang membuncah, kala saya sebagai mahasiswa S1 dulu berkesempatan bertemu dengan "raja" negeri ini, yang dikenal sebagai "The Smiling General". Sebagai pegiat organisasi kemahasiswaan, kesempatan bertemu dengan Presiden Indonesia terlama ini pun sempat kualami beberapa kali, namun perasaan bangga itu masih juga hinggap setiap kali bertemu.

Beberapa hari setelah ikut "menduduki" gedung DPR yang berujung kejatuhan Presiden Soeharto, saya mengikuti petuah untuk "menemani raja yang jatuh". Bersama beberapa kawan mahasiswa Pascasarjana UI, kami bersilaturahim dengan Pak Harto di jalan Cendana, saat banyak mahasiswa di ujung jalan masih bersitegang dengan polisi, menuntut penggantungan Pak Harto. Bahkan, kala itu pun, masih ada juga perasaan bangga bersemayam di dada ini.



Namun, perasaan bangga yang serupa tak muncul kala kemarin kami berjumpa dengan seorang presiden yang lain, Presiden Formmit (Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan). Ketika kami, mahasiswa muslim NCKU dikunjungi oleh Cak Hendro Nurhadi beserta anggota kabinet, Cak Agus Setyo Muntohar dan Cak Budi Suswanto, yang muncul adalah perasaan bahagia. Guyonan segar dan cerdas yang mewarnai perbincangan kami selama di Shengli Dorm No.6 maupun di Masjid Tainan, meski hanya seorang TKI yang berhasrat hadir di tengah hujan deras yang mengguyur, menunjukkan mereka bertiga sebagai pemimpin harapan.


Dalam konteks nasional, saya membayangkan, kita memiliki pemimpin-pemimpin seperti mereka, yang tak hanya nongkrong di Istana, namun rajin datang mengunjungi rakyatnya. Saya membayangkan, kita memiliki pemimpin seperti Umar bin Khatab, yang rajin melihat kondisi nyata rakyatnya dengan kunjungan tanpa nama, tanpa upacara. Saya membayangkan, kita memiliki pemimpin yang akan mampu membuat rakyat yang ditemuinya tidak memiliki kebanggan yang sifatnya lebih personal, namun memiliki kebahagiaan yang sifatnya lebih sosial, yang akan mampu mendorong perasaan bermakna, berharga, dan bertenaga untuk berbuat bagi sesama. Xie xie ni, Hendro Xiansheng, Agus Xiansheng, Budi Xiansheng.

Thursday, May 17, 2007

Sepeda

Sepeda adalah alat transportasi penting bagi mahasiswa. Bahkan Rektor Kao (sekarang telah menjadi mantan rektor) pun selalu menggunakan sepeda dalam aktivitas kesehariannya. Hal yang tampaknya akan sulit diharapkan di tanah air. Oleh karena itu, kira-kira seminggu setelah sampai di Tainan, aku pergi membeli sebuah sepeda baru di Carrefour. Ditemani Pak Feri dan Samsul (yang harus terengah-engah karena kuboncengi), kami bersepeda menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit.

Aku memilih membeli sepeda MTB bermerek Aloha, seharga NTD 1,388. Setelah memberi beberapa kebutuhan lainnya, kami bertiga pun kemudian kembali ke dorm. Sepeda itu pun kemudian menemaniku kemana pun aku pergi. Ke kampus, perpustakaan dan lingkungan kampus lainnya menjadi lebih mudah dan nyaman. Apalagi, mobilitas "terpaksa" menjadi tinggi karena untuk sholat aku sering harus kembali ke dorm atau ke research room di gedung IMBA.


Selain itu, hampir setiap Jumat sepeda itu pun menjadi sarana transportasi ke masjid yang berjarak sekitar 20-30 menit perjalanan dengan sepeda. Atau, bila sedang rindu dengan masakan Indonesia, rata-rata sebulan sekali sepeda itu pun menemaniku ke "warung indo" yang menyediakan masakan Indonesia di daerah sekitar Taman Tainan, yang meski jaraknya tidak sejauh ke masjid, namun kondisi jalannya lebih membutuhkan tenaga untuk mengayuh.


Namun, sekitar sebulan lampau, kala pulang dari "warung indo", dalam perjalanan menuju dorm, tiba-tiba ban sepedaku meletus. Terpaksa, sepeda pun harus dituntun. Karena saat itu hari Sabtu sore, bengkel sepeda telah tutup. Minggu pun dia libur. Senin, dengan ditemani Samsul sebagai penerjemah, kubawa sang sepeda ke bengkel di dalam kompleks dorm. Setelah dilihat tingkat kerusakannya, bang bengkelnya mengatakan tak bisa ditambal lagi karena terlalu parah. Terpaksalah harus beli baru, baik ban luar maupun ban dalam. Setelah melalui negosiasi, akhirnya diputuskan harganya NTD 400. Mungkin karena monopoli (aku tak pernah melihat ada bengkel sepeda lain di sekitar dorm), bengkel ini sering kurasa seenaknya menentukan harga onderdil maupun pelayanannya.


Tiga hari yang lalu, giliran tuas "ganti persneling" sepedaku yang patah. Karena tuas itu adalah salah satu peralatan yang kurasa penting, kubawa kembali sang sepeda ke bengkel yang dulu. Kali ini ia mematok harga NTD 120 untuk sebuah tuas baru plus kabelnya. "Tai gui!", protesku mencoba mempraktekkan bahasa mandarin, sambil mencoba menawarnya NTD 100. Ia tegas menggeleng sambil berulangkali berucap, "No, no, no!" Akhirnya tercapai kesepakatan di harga NTD 110. Setelah delapan bulan, akhirnya cost sepedaku telah menjadi NTD 1,898. Wah, nggak murah lagi, deh......

Friday, May 11, 2007

Mother's Day

Tidak seperti di Indonesia, Taiwan merayakan Mother's Day pada hari Ahad minggu kedua bulan Mei. Beragam kegiatan diselenggarakan, tidak terkecuali di Seng-Li Dorm 6, tempat sebagian besar mahasiswa Internasional bermukim. Kartu pos edisi khusus Mother's Day dicetak, didistribusikan, dan gratis dikirimkan ke seluruh penjuru dunia. Tentu saja, aku tak melewatkan kesempatan ini. Karena ibuku telah menghadap Yang Mahakuasa, kukirim sebuah kartu pos untuk ibu anak-anakku. Berbondong-bondong mahasiswa, terutama mahasiswa asing, memanfaatkan kesempatan ini.

Kegiatan kedua adalah menelepon gratis selama tiga menit ke seluruh penjuru dunia. Dengan semangat, segera aku mendaftar dan mulai menelepon istriku. Mumpung gratis. Setelah sekitar dua menit berlalu, tiba-tiba mahasiswa Taiwan yang menjadi petugas tersadar kalau pengatur waktu 3 menitnya belum distel. Jadilah, jatah yang harusnya hanya 3 menit molor menjadi sekitar 5 menit. Dan, yang tidak mengagetkan, hampir seluruh mahasiswa Indonesia yang tinggal di Dorm tumplek blek di lokasi Mother's Day. Kalau soal gratisan, kita memang tak mau ketinggalan.....

Tuesday, May 08, 2007

Melahirkan di Negeri Orang

Tadi malam, pasangan Pak Badri dan Bu Dita memperoleh momongan, seorang bayi lelaki yang lahir di NCKU Hospital, setelah masuk rumah sakit sejak sehari sebelumnya. Karena kali ini adalah kelahiran pertama, tak dapat disembunyikan perasaan cemas dan bingung kedua mahasiswa NCKU ini. Apalagi, selain harus melahirkan di negeri orang, mereka juga tidak didampingi orang tua yang biasanya akan sangat membantu pada saat-saat seperti itu. Jadilah, "para senior", yang telah berkeluarga dan berputra menjadi sasaran pertanyaan ini itu tentang proses melahirkan. Tentu saja, tak terkecuali aku, yang memiliki jumlah anak paling banyak di Tainan ini, he..he..he...


Melahirkan anak di kala masih mahasiswa sebenarnya tidaklah luar biasa. Namun, menjadi cukup istimewa manakala melahirkannya di negeri seperti Taiwan, manakala bahasa masih sering menjadi kendala yang berarti, dan jauh dari sanak keluarga. "Keluarga" yang ada, hanyalah teman-teman sesama mahasiswa. Nama Cina pun mesti disiapkan, selain nama khas Indonesia.

Pasangan ini akan segera diikuti dua pasangan lain yang akan melahirkan anak mereka dalam kurun waktu yang dekat. Pertama, pasangan Budhi Handoyo, mahasiswa IMBA NCKU-Aisyah Nur Jamil, mahasiswa S2 Asia University, yang menurut perkiraan akan melahirkan minggu depan. Kedua, pasangan Mungki Rahadian-Anna Kurniawati, keduanya mahasiswa IMBA NCKU, yang akan memperoleh momongan Juli mendatang. Tampaknya, mahasiswa Indonesia akan segera terkenal sebagai mahasiswa yang "produktif".......