Thursday, December 25, 2008

Merayakan Natal di Taiwan

"Merry Christmas!" Tidak terhitung sudah berapa kali ucapan itu disampaikan kepadaku dalam beberapa hari terakhir ini. Ketua Departemen tempat aku belajar bahkan mengundangku bersama para mahasiswa Internasional lainnya untuk merayakan natal sambil makan siang. Usai makan siang pun kami masih dibekali hadiah natal nan cantik.

Sudah sejak dua minggu lalu Tainan, tempat aku tinggal, berhias diri menyambut natal. Hiasan warna-warni dipasang di mana-mana, pohon terang didirikan pula di banyak tempat. Para pelayan toko pun tak ketinggalan merias diri bak Sinterklas. Beragam acara juga digelar menyambut hari yang bahkan bukan merupakan hari libur.



Benar, natal di Taiwan lebih merupakan peristiwa budaya pop. Banyak kawan Taiwan yang juga mengakui bahwa orang Taiwan suka merayakan banyak hal, meski tak faham betul maknanya. Jadi, meskipun mereka bukanlah penganut Kristen, dengan suka hati mereka merayakan natal dan menyampaikan ucapan selamat natal kepada siapa saja, tak ubahnya seperti ucapan selamat tahun baru atau selamat ulang tahun. Karenanya, tak jarang mereka tampak terperanjat, terdiam, tak tahu harus ngomong apa, dan merasa aneh, ketika mengucapkan selamat natal padaku namun memperoleh jawaban tak lazim, "Thank you. But I am a Muslim and I do not celebrate Christmas....."

Thursday, December 11, 2008

Andai Aku Penguasa Arab Saudi

Saat ini diperkirakan sekitar tiga juta muslim dari seluruh penjuru dunia sedang menunaikan ibadah haji di Arab Saudi, dan lebih dari dua ratus ribu di antaranya berasal dari Indonesia. Karena terbatasnya jatah bagi jemaah dari Indonesia, sementara peminat berhaji selalu membludak, dibuatlah kuota per wilayah. Di beberapa wilayah tanah air, kuota ini bahkan telah penuh hingga beberapa tahun mendatang.

Mereka yang pernah berhaji kerap menyuarakan harapan untuk dapat kembali lagi ke tanah suci. Mereka beralasan, ada dorongan kuat untuk selalu dapat kembali berhaji. Itulah sebabnya, ada banyak orang yang merasa perlu lebih dari sekali ke tanah suci. Sebaliknya, ada pula orang yang meskipun kondisi keungannya memadai namun memutuskan untuk tidak berhaji. Sebagian beralasan "belum ada panggilan". Sebagian lain berpendapat bahwa dalam kondisi seperti saat ini, maka berhaji semestinyalah bukan sebuah prioritas. Berlandaskan "fiqh prioritas" mereka berkeyakinan bahwa sementara masih banyak orang yang bunuh diri karena tak mampu memanggul beban ekonomi, maka hukum pergi berhaji menjadi makruh, bahkan ada pula yang menganggap haram.

Dalam kesendirian, kutatap kalender yang dikeluarkan Masjid Kaohsiung. Menghiasi halaman terakhir kalender, terpampang foto deretan kemah para jemaah di Mina, yang terbelah di sana sini oleh jalan layang lebar dengan bus-bus yang sedang melintas. Penguasa Arab Saudi memang tampak berupaya keras menyediakan beragam fasilitas yang membuat rangkaian aktivitas berhaji menjadi jauh lebih mudah dan nyaman. 



Namun, sering aku berpikir, dengan fasilitas yang modern, mewah dan berlimpah itu tentunya tidaklah mudah bagi para jemaah haji untuk menghayati beratnya perjuangan masa lampau ketika menapak tilas dalam ritual haji. Pelaksanaan Sa'i, berlari-lari kecil antara Safa dan Marwa, misalnya, kini dilakukan pada sebuah terowongan yang amat nyaman, berpenyejuk udara, bahkan lantainya pun dirancang untuk dingin dan nyaman di kaki. Padahal, Sa'i diniatkan untuk menapak tilas perjuangan Siti Hajar dalam mencari air untuk anaknya, Ismail. Saat itu, ia harus bolak-balik berlari di tengah terik panas matahari, di tengah tandus padang pasir antara bukit Safa dan Marwa. 

Kegiatan lainnya pun tak berbeda jauh dengan Sa'i. Fasilitas mewah dan modern telah mengubah total wajah tempat-tempat bersejarah yang menjadi landasan pelaksanaan ritual haji. Kadang aku membayangkan, andai aku penguasa Arab Saudi, akan kubuat tempat-tempat bersejarah sedekat mungkin dengan kondisinya pada masa lampau. Alih-alih membangun terowongan untuk Sa'i yang tertutup, nyaman, serta berpenyejuk udara, maka aku akan mempertahankan tanah terbuka dan berpasir antara bukit Safa dan Marwa, namun menanam beragam pohon pelindung untuk mengurangi terik sinar mentari. Aku percaya, dengan begitu, para jemaah akan dapat lebih menghayati bagaimana beratnya perjuangan Siti Hajar...

Thursday, November 27, 2008

Indoglish and Javaglish

Saat pertama datang ke Taiwan, selama berminggu-minggu tak mudah bagiku menangkap omongan dosen di kelas. Mungkin karena terbiasa mendengarkan bahasa Inggris yang diucapkan orang Indonesia, saat itu sungguh tak mudah memahami bahasa Inggris yang diucapkan orang Taiwan. Minggu pertama malah gelap sama sekali. Minggu kedua sudah mulai ada titik terang. Minggu ketiga sudah mulai agak banyak titik terang. Minggu keempat mulai terasa terang di mana-mana...

Cara bicara orang, memang akan sangat mempengaruhi pemahaman. Saya jadi teringat kejadian beberapa tahun silam. Setelah melampaui beberapa kali saringan, termasuk dua kali ujian bahasa Inggris, akhirnya sampailah aku di tahap terakhir, yakni wawancara, untuk memperoleh British Chevening Award. Cilakanya, saat wawancara berlangsung, rasanya amat sering aku harus ngomong, "I beg your pardon?" Lha, bagaimana lagi...wong aku sungguh tak tahu, dua bule Inggris itu sedang ngomong apa jeee... 

Nah, di kampusku yang sekarang, dalam upaya menghindari matakuliah berbahasa Mandarin, semester ini aku banyak mengambil matakuliah yang ditawarkan departemen lain. Tanpa diduga, ternyata hal ini juga membuatku berkesempatan belajar ragam bahasa Inggris. 

Di sebuah kelas, sang dosen yang lulusan New York mengucap dengan fasih bahasa Inggris gaya Amerika rasa Taiwan. Yang juga menarik adalah ragam gaya tutur para mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru dunia seperti Jerman, Mongolia, Vietnam, dan Taiwan.  Sayang, kawan-kawan Taiwan tampak kurang pede, sehingga lebih sering berbicara dalam bahasa Mandarin.

Di kelas lainnya, sang dosen adalah bule Amerika. Mungkin karena sudah sering menyaksikan film Amerika atau ketemu orang Amerika, aku hampir tak pernah menemui kesulitan untuk menangkap setiap kata yang diucapkannya. 

Yang parah adalah sebuah kelas lain yang kuikuti, yang diajar seorang bule Australia. Butuh berminggu-minggu untuk membiasakan telinga ini dengan dialeknya yang sungguh jarang kudengar. Karena harus terus menerus konsentrasi 100 persen pada apa yang diucapkannya, tiga jam kuliahnya terasa sungguh amat melelahkan...

Sebelum pergi sekolah lagi, aku sempat mengajar di ITB yang berbahasa Inggris. Sempat minder juga karena dosen-dosen lain rata-rata bercas-cis-cus dengan logat keamerika-amerikaan. Lha, aku...jangankan berbahasa Inggris...wong berbahasa Indonesia saja, olok istriku, medhok Jawanya nggak bisa hilang jeee... Tetapi, seorang senior yang jadi pejabat di situ ngayem-ayemi (bahasa Indonesianya apa ya?) aku. Katanya, "Gaya bahasa Inggris orang Inggris dan orang Amerika saja beda. Orang India juga punya gaya sendiri--Indiglish. Saking terkenalnya gaya bahasa Inggris orang Singapura sampai diberi julukan sendiri Singlish. Jadi, jangan ragu untuk ngomong bahasa Inggris dengan gaya Indonesia --Indoglish-- atau rasa Jawa --Javaglish..."

Lho, I already bought that book!
Kok, buying again sih?
I told you many times tho?
Lha, I didn't know jeee... how iki?
Don't be like that, noo...!
Up to you lah...

Thursday, November 20, 2008

Menjaja Diri di Skype

Malam itu, seperti biasa aku sudah duduk di depan komputer, menunggu keluarga di Indonesia online untuk mengobrol (chat) melalui skype seperti telah disepakati sebelumnya. Tiba-tiba, muncul seseorang yang tak kukenal menyapa di skypeku, "在嗎?" katanya. Pikirku, sambil menunggu saat chatting dengan keluarga tiba, boleh juga nih dijawab untuk memperlancar mandarin. "妳是誰?"balasku menanyakan jati dirinya. Ia pun menjawab, "新朋友ㄚ. 我叫茜茜" (Ini teman barumu. Namaku qian qian/xi xi--nggak tahu mana yang benar..hehehe). 

Setelah beberapa saat, aku mulai kesulitan membaca karakter mandarin yang rumit dan kecil-kecil. Kutanya, apakah ia bisa berbahasa Inggris "我的中文不好. 妳會說英文嗎?" Dengan cepat ia menjawab, tak bisa, "不會". Jadilah, ketika giliranku menjawab, sering membutuhkan waktu sedikit lebih lama daripada dirinya, karena harus memahami apa yang dia tulis terlebih dahulu, dan kemudian memilih karakter yang tepat sebagai jawabannya.

Setelah mengobrol soal asal, tempat tinggal dan sejenisnya, kemudian dia mengaku sedang kesulitan keuangan. Dia bertanya apakah aku berminat untuk menggunakan jasanya. Aku yang tak lancar membaca karakter mandarin harus mengeja dan menginterpretasikan kalimat-kalimatnya untuk memastikan maksudnya. Dia pun melanjutkan penawarannya, bahwa untuk pelayanan komplit dipatok NT $ 3,500 untuk 2 jam. Wah...aku mulai sadar dengan apa yang ditawarkannya. Dengan berbagai cara kutolak tawarannya. Akhirnya, setelah yakin seyakin-yakinnya sedang berhadapan dengan mahasiswa miskin (tetapi bertakwa he..he..), tak berapa lama pun dia menghilang tanpa pamit...

Wednesday, November 12, 2008

Mantan Presiden Taiwan Ditahan

Mantan Presiden Taiwan, Chen Shui-bian, hari ini ditahan. Ia yang baru beberapa bulan lalu melepaskan jabatan kepresidenan setelah berkuasa selama 8 tahun, dituduh melakukan korupsi (dengan kerugian negara "hanya" sekitar Rp 5 miliar), pencucian uang, menerima suap, dan penggelapan dokumen. Ia memang bukan mantan penguasa pertama yang masuk bui. Mantan Presiden Korea Selatan Chun Doo-hwan juga pernah merasakan hidup di balik jeruji besi.

Menurut berita, setelah sekitar 11 jam menjalani pemeriksaan, ia akhirnya dibawa ke penjara di Taipei. Ia terlihat menggunakan borgol, dan begitu sampai di penjara langsung bersalin pakaian dengan seragam tahanan. 

Ini bukan pengalaman pertama Chen masuk penjara. Dua puluh dua tahun lampau, selama delapan bulan ia menghuni penjara yang sama selama sekitar delapan bulan di bawah hukum darurat militer karena dakwaan mencemarkan nama baik seorang pejabat KMT, partai yang berkuasa saat itu dan saat ini.

Begitulah kehidupan. Suatu saat seseorang bisa menjadi pejabat yang paling berkuasa di suatu negeri, suatu saat yang lain harus hidup di balik jeruji besi. Terlepas dari benar tidaknya tuduhan Chen bahwa penahanannya adalah rekayasa politik, kita perlu belajar dari Taiwan bahwa hukum semestinya berlaku pada siapa saja, tanpa pandang bulu ...

Monday, November 03, 2008

Hikmah Presiden Datang

Seorang kawan yang berkantor di rektorat IPB bercerita bagaimana hari ini orang-orang sedang sibuk memperbaiki apa-apa yang rusak, mencat ulang, dan mengganti ini itu, karena Presiden SBY akan datang besok pagi untuk memberikan Orasi Ilmiah dalam rangkaian peringatan Dies Natalis IPB ke-45. Sejak lulus doktor pada 18 September 2004, ini untuk kesekian kalinya SBY mendatangi acara yang digelar IPB. Bolehlah ia dikategorikan sebagai alumnus yang baik hati dan tidak sombong.

Kesibukan untuk berbenah menjelang kedatangan Presiden mungkin muncul karena keinginan untuk memuliakan tamu. Mungkin juga karena harapan agar atasan melihat kita mampu mengemban amanah, melihat hasil kerja kita rapi jali tiada cela. 

Saya jadi ingat cerita seorang guru di masa dulu. Seseorang pimpinan sekolah di sebuah daerah merasa tak tahan dengan kondisi jalan di wilayahnya yang begitu buruknya, tak ubahnya kubangan sapi. Menduga bahwa tak ada seorang kepala daerah pun yang akan rela dianggap tak mampu memimpin, dengan cerdik ia mengirim surat kepada Presiden RI saat itu (saya lupa Soekarno atau Soeharto ya...) untuk berkunjung ke sekolahnya meresmikan apaaa gitu (yang ini juga lupa), dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati. Simsalabim, Abrakadabra!!! Dalam sekejab, jalan yang rusak parah menjadi mulus, meski kemudian Presiden tak jadi datang.

Saya sendiri juga punya pengalaman serupa. Beberapa tahun berselang, bersama beberapa orang kawan satu sekolah, kami berniat mendirikan usaha dengan memilih bentuk koperasi. Dari sejak awal, pelayanan di Kandep dan Kanwil Koperasi memang sudah tidak beres. Dibilang kurang ini, ketika sudah dipenuhi, dibilang kurang itu. Macam-macam lah alasannya. Seorang kawan menyarankan untuk memberi uang pelicin agar urusan segera beres. Tetapi, saya yang selalu berusaha untuk tak melakukan hal-hal seperti itu menolaknya, dan mengupayakan sebuah cara lain. 

Maka, kutulislah sebuah email kepada Presiden Habibie, dengan tembusan ke Menteri Koperasi, mengeluhkan buruknya pelayanan birokrasi jajarannya. Setelah itu, email itu kucetak, kumasukkan amplop, dan kuserahkan langsung ke sekretaris Kakanwil. Simsalabim, Abrakadabra!!! Entah karena Habibie atau Menkop baca emailku, ataukah Kakanwilnya ngeper dilaporkan ke atasannya, yang jelas esok harinya ada petugas yang meneleponku, "Pak, segala izin telah selesai. Silakan diambil."

Monday, October 13, 2008

Curiga Tidak Kaya

"Masa dengan gaji Rp 8 juta per bulan dan 40 tahun jadi hakim, cuma segini?" tanya seorang anggota Komisi III DPR RI setengah tak percaya kepada seorang ketua pangadilan tinggi dalam kesempatan fit and proper test calon hakim agung. 

Sang hakim menjawab secara normatif. "Apa yang saya sampaikan ke Komisi Yudisial adalah apa adanya, dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diterima KPK juga memang demikian adanya. Itu sudah dimuat dalam berita negara," tutur hakim kelahiran 1945 ini. 



Keraguan anggota DPR ini sesungguhnya mengherankan. Rumus matematika manapun, seharusnya memang tak memungkinkan seorang pegawai negeri dengan gaji Rp 8 juta sebulan untuk memiliki kekayaan yang jauh melebihi jumlah yang telah dilaporkan sang hakim. Si anggota DPR barangkali terlanjur terbiasa dengan kehidupannya atau para koleganya yang bergelimang dengan gaji bejibun dan tunjangan nan beragam. Atau dengan para pejabat mitra kerjanya, yang meski secara resmi bergaji tak tinggi, tetapi entah bagaimana caranya bisa memiliki kekayaan berlimpah. Padahal, kehidupan sebagian besar rakyat yang (katanya) diwakilinya, sesungguhnya bagaikan bumi dengan langit bila dibandingkan dengan kehidupan para mitra kerja DPR itu.

Sebenarnyalah sudah sejak lama para penggiat antikorupsi di tanah air mendesakkan pemberlakuan hukum pembuktian terbalik guna memberantas praktik korupsi. Namun, hingga kini, tuntutan itu tak pernah memperoleh sambutan positif dari para wakil rakyat. Alasannya mudah ditebak, mereka tak siap untuk menjelaskan, dari mana saja asal kekayaannya yang tiba-tiba menggunung. Beragam kasus yang saat ini membelit (bekas) anggota DPR (D) cukup memberi petunjuk, dari mana saja asal kekayaan mereka...

Friday, October 10, 2008

Krisis Keuangan Global

Beberapa minggu terakhir ini porsi pemberitaan media massa dipenuhi berita tentang krisis keuangan yang melanda dunia. Bursa saham di hampir seluruh penjuru dunia berjatuhan, menyusul krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat. Bailout senilai US $ 700 miliar di Amerika ternyata tak juga mampu meredam guncangan ekonomi dunia yang telah semakin menyatu. Tidak terkecuali Indonesia. Kepanikan (dan amat mungkin juga keserakahan) membuat Bursa Efek Indonesia terjerembab lebih dari10% dengan transaksi yang hanya Rp 900-an miliar. Kondisi ini membuat BEI terpaksa harus menutup bursa hingga tiga hari. Ancaman dan janji Pemerintah untuk menghukum anggota bursa yang melanggar peraturan, di antaranya tetap melakukan short selling padahal sudah jelas-jelas dilarang, harus sungguh-sungguh diterapkan. Ketegasan dan kesungguhan dalam penerapan hukum diharapkan dapat memberikan efek jera, sehingga harapan akan terwujudnya bursa saham yang lebih sehat nan kuat di masa depan akan semakin dimungkinkan.



Adanya beberapa kawan yang bertanya dampak guncangan industri keuangan dunia ini terhadap portofolionya, mengingatkanku kepada krisis keuangan yang melanda Indonesia sekitar sepuluh tahun lampau. Seorang senior yang bekerja di sebuah BUMN terkemuka kerap meminta nasihatku tentang pilihan investasi yang paling menguntungkan di tengah turbulensi yang melanda kawasan saat itu. Hasilnya, kala krisis telah mereda, dengan senyum mengembang ia bercerita bagaimana ia bisa menambah lagi satu rumah di sebuah kompleks perumahan mewah di Jakarta Barat/Tangerang. Dengan berkelakar aku acap menyebutnya sebagai keadilan dunia, orang yang punya uang tak punya ilmu (tentang bagaimana menginvestasikannya), orang yang punya ilmu tak punya uangnya... ha..ha..ha...

Ketika krisis ekonomi melanda dunia seperti sekarang pun, kehebohan sesungguhnya hanya milik mereka yang memiliki uang dan portofolio yang berkelindan dengan bursa saham dan ekonomi dunia. Orang-orang seperti diriku dengan portofolio biasa-biasa saja dan jumlah dana yang sama sekali tak istimewa, paling hanya bisa mengangkat tangan sembari pasrah. Apatah lagi saudara-saudara kita yang sehari-hari selalu harus berjuang amat keras hanya untuk dapat bertahan hidup. Bagi mereka, barangkali, krisis adalah makanan setiap hari...

Thursday, October 02, 2008

Beda (Takbir) Sholat

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, namun belum ada tanda-tanda imam Masjid Tainan bergabung dengan para jemaah. Sudah hampir satu jam kami mengumandangkan takbir, dan rasanya suara sudah hampir habis. Jemaah pun telah memadati ruangan sholat yang berukuran hanya sekitar 20 meter persegi. Menjelang pukul setengah sebelas, barulah imam yang berasal dari Myanmar ini masuk ke ruangan tempat sholat. Setelah duduk sejenak, ia berbincang dengan teman sebelahnya, yang tampaknya keturunan Pakistan.

Orang Pakistan ini kemudian berdiri, dan dengan bahasa Inggris menjelaskan kepada jemaah tata cara sholat yang akan diselenggarakan, yakni tiga takbir (tidak termasuk takbiratul ihram) sebelum Al-Fatihah di rakaat pertama, dan tiga takbir sebelum ruku di rakaat kedua. Seorang kawan berkebangsaan Yordania yang duduk di sebelahku tampak ngedumel begitu mendengar penjelasan tersebut, dan berulang-ulang menyalahkan tata cara sholat yang telah diumumkan. Namun, omelannya berhenti menyusul takbiratul ihram yang dilakukan imam, menandai diawalinya sholat idul fitri.



Meski ini adalah idul fitriku yang ketiga di Taiwan, ternyata tak mudah bagiku mengubah kebiasaan. Seusai imam membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya di rakaat kedua, begitu kudengar ucapan "Allahu Akbar" segera kubungkukkan badan melakukan ruku. Aha, salah !! Itu adalah perintah untuk tiga takbir pada rakaat kedua. Pada ucapan "Allahu Akbar" keempatlah jemaah baru mulai ruku. Kurasakan, tak hanya aku yang melakukan kekeliruan itu... :D

Usai sholat idul fitri, kami turun ke lantai dua. Setelah menunggu sekitar 10 menit, seorang jemaah datang dengan membawa puluhan nasi kotak. Hal ini merupakan "kemunduran" karena tahun sebelumnya makanan selalu disajikan dengan prasmanan. Mungkin pengurus masjid telah belajar, betapa penyajian makanan secara prasmanan telah menimbulkan "kekacauan" karena jemaah saling berebut dan karenanya makanan tak terdistribusikan secara merata... :D

Tuesday, September 30, 2008

Beda Lebaran

Di Indonesia, ada  jemaah yang merayakan lebaran di hari Senin, ada yang di hari Selasa, dan ada pula yang berlebaran di hari Rabu. Meski ini adalah kenyataan yang tak diharapkan, namun bila mengingat bahwa Indonesia adalah negeri muslim terbesar di dunia yang tersebar di begitu amat luas wilayah, ketidakseragaman tentang sesuatu menjadi lebih mudah untuk difahami.

Namun, bila ketidakseragaman itu terjadi di Taiwan, sesungguhnyalah amat layak untuk menjadi pertanyaan. Tahun ini, insya Allah adalah lebaran ketiga yang kujalani di Taiwan. Sepanjang ingatanku, pada ketiga tahun itu selalu terdapat perbedaan penetapan hari raya. 



Berlainan dengan di Indonesia yang pemerintah selalu menyelenggarakan sidang itsbat untuk menetapkan awal dan akhir Ramadan bersama organisasi keagamaan setanah air, penetapan hari raya idul fitri maupun idul adha di Taiwan merupakan otoritas imam masjid masing-masing. Jadilah, meski luas wilayah Taiwan hanyalah 35,980 sq km (bandingkan dengan luas Indonesia yang 1,919,440 sq km) dan jumlah muslim (termasuk pendatang) hanya berbilang puluhan ribu orang saja, namun sholat idul fitri diselenggarakan berlainan hari di berbagai kota. Bahkan antara Taipei dan Chungli yang hanya sejenak perjalanan pun ternyata tak seragam dalam menetapkan hari raya. 

Selamat Idul Fitri, taqobbalallahu minna wa minkum...

Sunday, September 21, 2008

Teman Sekamarku Seorang Komunis

Waktu menunjukkan hampir pukul sepuluh malam saat aku tiba di depan pintu kamarku. Lampu kamar menyala, menandakan ada seseorang di dalam kamar. Seorang lelaki berperawakan tegap, berkulit terang, mata sipit dan rambut lurus menyapa dengan senyum mengembang. Tics, begitu ia menyebutkan namanya. Ia berasal dari Vietnam dan mengambil program master di Department of Mechanical Engineering. 

Kuatur laptopku agar dapat segera menyampaikan laporan ke rumah, meski tubuh terasa remuk. Sejak sebelum subuh telah meninggalkan rumah, dan baru tiba hampir 18 jam kemudian. Untunglah, bandara Hongkong yang konon sempat ditutup hari sebelumnya, cerah di hari itu. Namun, transit yang hampir empat jam serta gerbang keberangkatan yang berpindah-pindah tak urung membuat kaki menjadi letoi tak terperi. Begitu capeknya, sehingga sempat terlelap beberapa menit menjelang pesawat mendarat di tengah guyuran hujan lebat. Sebagai apresiasi kepada pilot, sebagian penumpang bertepuk tangan begitu roda pesawat mendarat dengan selamat di landasan Bandara Kaohsiung.

Sesungguhnya, kamar ini berpenghuni tiga orang. Seorang lagi, Abraham yang orang Kanada, memilih tinggal di luar dorm, dan hanya menitipkan barang-barang miliknya saja. Sesekali ia datang bila memerlukan barang-barang tersebut. Lagipula, rasanya tak mungkin ia yang bertinggi badan lebih 2 meter tidur di dorm yang panjang tempat tidurnya hanya sekitar 175 cm. Penghuni baru, Tics, tampaknya rajin. Kaca jendela yang sudah setahun tak pernah tersentuh lap, tiba-tiba kinclong. Sampai lewat tengah malam juga masih belajar, diseling ngobrol melalui instant messenger. Tetapi, kalau sedang ngobrol, ia terdengar lebih seperti bergumam, nyaris tak terdengar. Jadilah, aku tak merasa terganggu meski ia mengobrol menjelang aku terbuai mimpi.

Seperti halnya banyak kawan yang berasal dari Vietnam, teman baruku ini juga sorang komunis. Dia tidak percaya agama pula tak percaya Tuhan. Hanya percaya pada roh leluhur. Meski tak pernah bertanya, kurasa ia merasa aneh melihatku bolak-balik jengkang-jengking ...


Thursday, July 31, 2008

Sunyi, Sendiri, dan Produktivitas

Sudah lebih dari satu bulan tidak membuat tulisan di blog. Tampaknya, sungguh ada hubungan erat antara rasa sunyi, sendiri, dan produktivitas (menulis) ...

Wednesday, May 21, 2008

Ketika Mahasiswa Menguasai Gedung DPR/MPR

Hari ini, sepuluh tahun lampau, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Tentu saja, ada yang menyambutnya dengan perasaan sedih, dan ada pula yang menyambutnya dengan gembira. Tetapi, para mahasiswa yang memberi tekanan besar kepada presiden Indonesia selama 32 tahun itu, pastilah menyambutnya dengan suka cita. 

Benar, kejatuhan Soeharto memang tak dapat dilepaskan dari peran mahasiswa. Berawal dari keputusan MPR yang dengan segala alasan yang tak dapat diterima nalar, mengabaikan perasaan jenuh dan muak rakyat, mengangkat kembali Soeharto sebagai presiden untuk yang kesekian kalinya. Perasaan marah tak dapat lagi dibendung kala Presiden kemudian mengangkat keluarga dan kroni-kroni dalam Kabinetnya.



Tertembaknya empat mahasiswa Universitas Trisakti membuat demonstrasi menentang Soeharto menjadi semakin eskalatif. Hingga kemudian polisi yang menjaga gerbang Gedung DPR/MPR di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, tak mampu menahan ribuan mahasiswa yang berhasrat masuk ke markas mereka yang menyebut diri sebagai wakil rakyat itu. Sejak saat itulah, para anggota DPR/MPR terusir dari kantornya, digantikan oleh para mahasiswa dari seluruh pelosok, terutama dari wilayah Jabodetabek.

Tentu saja, saya bagian dari puluhan ribu mahasiswa itu. Hanya saja, bedanya, bila mereka "hobi" jalan kaki dari Kampus UI Salemba, misalnya, saya lebih memilih naik taksi. Bila mereka memilih untuk menginap di Gedung DPR/MPR, saya memilih untuk pulang. Pokoknya, saya bagian kelompok mahasiswa yang nggak mau capek dan menderita deh, he..he..he..


Bisa dibayangkan, puluhan ribu mahasiswa tumplek blek di kompleks Gedung DPR/MPR yang sudah ditinggalkan pergi oleh para penghuni resminya. Di halaman, mobil box datang dan pergi membawa nasi bungkus, makanan kaleng, dan minuman dalam kemasan. Kumuh, hiruk pikuk, berantakan, dan kacau balau, itulah istilah-istilah yang tepat menggambarkan suasana saat itu. Setiap mahasiswa (merasa) berhak memeriksa keaslian status mahasiswa lainnya. Bak polisi, mereka memeriksa kartu mahasiswa sesiapa saja yang dicurigai. 

Karena hujan acap turun dan lantai tak pernah disapu apalagi dipel, bisa dibayangkan rupa lantai gedung wakil rakyat yang biasanya selalu kinclong. Mahasiswa maupun mahasiswi pun menguasai ruangan-ruangan kerja para anggota DPR/MPR. Pendek kata, mereka pindah kamar kos lah. Saya, yang beberapa kali mengunjungi gedung di bilangan Senayan itu saat normal, membandingkan kondisinya dengan saat itu sebagai : siang dan malam. 

Tuesday, May 13, 2008

Kerusuhan Mei, Sepuluh Tahun Lalu

Tepat di seberang Kampus UI Salemba berdiri megah showroom mobil Honda. Kulihat orang-orang berlarian memasuki gerai mobil itu. Dengan wajah beringas penuh kepuasan, orang-orang membawa keluar barang-barang seperti komputer, kursi, dan sejenisnya. Sebagian yang sudah berada di lantai atas membuang begitu saja beragam barang yang ada ke arah jalan Salemba. Barang-barang itu pun kemudian menjadi mangsa api di tengah jalan. Ratusan, bahkan mungkin ribuan orang, menyemut di depan kampus UI pada petang tanggal 13 Mei itu, tepat sepuluh tahun lalu.

Hari itu, sehari setelah terbunuhnya empat mahasiswa Universitas Trisakti, kerusuhan merebak di segenap penjuru Ibukota. Asap hitam pun membumbung tinggi di seantero kota. Sementara jalan-jalan menjadi sepi dari lalu-lalang kendaraan, baik pribadi maupun umum. Tak ada yang berani mengambil risiko dengan melintasi gerombolan massa yang sedang kalap. Pilihan bagi para mahasiswa yang saat itu sedang kuliah di Kampus Salemba hanya tersisa dua: pulang berjalan kaki atau menginap di Kampus. Sepanjang yang kuketahui, tak ada yang berani mengambil pilihan pertama.

Jadilah malam itu jalan Salemba hiruk pikuk oleh massa, dan Kampus UI Salemba hiruk pikuk oleh mahasiswa yang (terpaksa) menginap. Untunglah, gedung Magister Akuntansi, tempatku sekolah, memang didesain untuk memberikan kenyamanan (belajar). Malam itu, seluruh sofa pun beralih fungsi menjadi tempat tidur. Tidak seperti hari biasanya, Kampus UI Salemba malam itu juga bersih dari pedagang makanan. Alhasil, malam itu, hanya mie instan yang menjadi pengganjal perut.



Esok harinya, dua orang kawan menjemput dengan sebuah kijang tua. Bertiga, kami melihat kerusakan di seluruh penjuru kota. Hari itu, seluruh jalan tol tiada berpenjaga. Terlihat beberapa anak bermain di tengah jalan. Bekas kerusuhan masih terlihat dari toko-toko yang menghitam berjelaga, serta sisa-sisa bekas bakaran di tengah jalan. Meski konsentrasi massa masih terlihat di beberapa bagian kota, kami tak khawatir. 

Kerusuhan (tampaknya) juga dipicu oleh ketimpangan yang selama itu mereka rasakan. Buktinya, tak ada gangguan sedikit pun ketika kami keliling kota dengan sebuah kijang tua. Hingga suatu saat kami berhenti di daerah Cawang, di mana di seberang jalan terlihat kerumunan massa menguasai jalan. Terlihat olehku, dua orang dewasa dalam sebuah sedan melaju dari arah Pancoran menuju kerumunan massa. Sang pengemudi tampak ragu-ragu bagaimana harus bersikap. Massa yang kalap tak memberi kesempatan dan ampunan. Tak jelas apa yang diayunkan, tetapi kaca mobil terlihat pecah dan sang pengemudi pun terkulai. Dengan kemudi yang diambil alih kawan sebelah, mobil BMW itu kemudian melaju kencang dengan beberapa kali menabrak besi pembatas jalan.

Tak puas hanya melihat dari atas kendaraan, berjalan kaki aku menyusuri sepanjang jalan Otista. Terlihat jelas kerusakan yang ditimbulkan dari kerusuhan. Setelah sempat menghilang, saat itu baru kulihat aparat keamanan dari Korps Marinir menyusuri jalan. Sorenya, meski suasana masih mencekam, kehidupan mulai berdenyut kembali. Pedagang makanan keliling mulai terlihat menyusuri jalanan Ibukota. Seorang pedagang makanan dengan gerobak dorong bercerita dengan bangga hasil jarahannya kemarin. "Besok saya akan menjarah lagi," tekadnya mantap. 

Monday, May 12, 2008

Hari Ini, Sepuluh Tahun Lampau

Empat syuhada berangkat pada suatu malam, 
gerimis air mata tertahan di hari keesokan, 
telinga kami lekapkan ke tanah kuburan, dan simaklah itu sedu sedan,
Mereka anak muda pengembara tiada sendiri, 
mengukir reformasi karena jemu deformasi, 
dengarkan saban hari langkah sahabat-sahabatmu beribu menderu-deru,
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu,
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad 21,
Tapi malaikat telah mencatat prestasi kalian tertinggi di Trisakti, bahkan seluruh negeri, 
karena kalian berani mengukir alfabet pertama 
dari kata Reformasi Damai dengan darah arteri sendiri,
Merah putih yang setengah tiang ini, menunduk di bawah garang matahari, 
tak mampu mengibarkan diri karena angin lama bersembunyi.
Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama 
dan kalian pahlawan bersih dari dendam, 
karena jalan masih jauh dan kita memerlukan peta dari Tuhan

(Taufiq Ismail, 13 Mei 1998)

Wednesday, April 30, 2008

Kala Mahasiswa Buka Usaha di Negeri Cina

Kalau mahasiswa berbisnis sembari kuliah, itu (sebenarnya) cerita biasa. Kalau ada mahasiswa asing berbisnis di negeri orang, itu (sedikit) luar biasa. Itulah yang sekarang sedang dirintis oleh dua orang mahasiswa IMBA NCKU asal Indonesia, Samsul dan Iman.

Dengan menyewa sebuah ruangan gedung yang berada di daerah yang menjadi tempat mangkal para pekerja Indonesia, mereka berdua membuka usaha yang berkaitan dengan komputer dan teknologi informasi. Dengan label "Prima Computer", mereka menawarkan beragam jasa, seperti pelatihan Microsoft Office, pengenalan internet, maupun program-program aplikasi lainnya.


Target konsumennya, tentu saja adalah para pekerja Indonesia. Mereka yang semula sering hanya kongkow-kongkow, minum-minum, merokok, dan terkadang tawuran dengan pekerja lainnya, sekarang punya aktivitas lain. Setiap hari, terutama Sabtu dan Minggu, adalah pemandangan lazim melihat para pekerja pabrik dan pekerja rumah tangga belajar mengetik dengan Microsoft Word atau belajar chatting dengan Yahoo Messenger. Sarana chatting ini diperlukan terutama oleh mereka yang meninggalkan keluarganya di tanah air.

Meskipun tak dimungkiri potensi bisnis yang ada, namun jelas terlihat betapa usaha ini menawarkan makna yang lebih kepada para pekerja migran, yang diharapkan dapat menambah bekal mereka kala kelak harus kembali ke tanah air. Selain itu, kedua businessmen ini sekarang juga menjadi jarang bisa dijumpai di dorm karena lebih sering mangkal di tempat usaha. Alasannya sederhana: dingin, ada AC-nya...

Wednesday, April 23, 2008

Can I Have More Than One Wife?

Rabu, dua minggu lalu, adalah giliranku presentasi di depan kelas Managerial Economics. Sebagai mahasiswa program doktor, aku diharapkan menyajikan rencana penelitian untuk tugas akhir mata kuliah tersebut. Namun, aku berencana untuk memanfaatkan kesempatan itu untuk juga meluruskan informasi yang salah tentang Islam di kalangan mahasiswa Taiwan dan mahasiswa internasional lainnya. Kenekatan ini juga didorong seringnya Pak Prof menyampaikan nilai-nilai tentang Budhisme di kelas. Hitung-hitung, gantianlah...

Sekitar seminggu sebelum saat presentasi tiba, sesungguhnya aku telah selesai menyiapkan bahan presentasi. Selain rencana riset, aku pun telah menyiapkan bahan presentasi tentang "Islam and Polygamy". Sejak datang di Taiwan sekitar satu setengah tahun lampau, salah satu topik yang paling sering disalahpahami tentang Islam adalah poligami. Seolah poligami adalah sebuah keharusan, dan bahwa setiap lelaki muslim bisa begitu saja menikahi wanita sebanyak yang mereka inginkan.

Namun, dua hari sebelum hari presentasi tiba, aku mengubah rencana. Alih-alih membahas mengenai poligami, kuputuskan untuk meluruskan kekeliruan film "Fitna", yang saat itu sedang menjadi berita di seluruh dunia. Tentu saja, tidaklah mudah dalam waktu singkat untuk mengumpulkan bahan-bahan guna melawan stigma teroris yang selalu dilekatkan pada muslim. Untunglah, seorang sahabat yang baik hati dengan ringan tangan membantu mengumpulkan bahan-bahan yang sungguh amat sesuai, sehingga memudahkanku dalam menyusun bahan presentasi.

It's show time! Dengan berbaju koko berwarna hijau, aku berdiri mantap di depan kelas. Kujelaskan, betapa film "Fitna" jelas-jelas adalah sebuah fitnah. Kuuraikan bagaimana golongan Islamophobia selalu menuduh kaum muslimin di belakang setiap tindakan buruk yang terjadi di seluruh dunia. Kucontohkan bagaimana ketika Alfred P. Murrah Federal Building di Oklahoma City hancur luluh lantak oleh bom pada 19 April 1995, tudingan segera diarahkan kepada "Konspirasi Timur Tengah" atau istilah lainnya yang berkaitan dengan Islam. Kemudian terbukti bahwa pelakunya adalah seorang tentara AS yang bernama Timothy McVeigh serta beberapa kawannya, yang seluruhnya beragama Kristen.

Pada bagian lain kujelaskan, bagaimana umat Islam sering diperlakukan tidak adil. Ketika sekelompok orang bersenjata menyerbu masjid atas nama keyakinan Yahudi, ketika gerilyawan Katolik IRA mengebom wilayah penduduk di kota, atau kala milisi bersenjata Ortodoks Serbia memperkosa dan membunuh kaum muslimin yang tak berdaya, tindakan-tindakan tersebut tidak pernah menjadi label seluruh kaum atau agama para pengikutnya. Namun, berapa sering kita mendengar istilah "Fundamentalis Islam" atau "Ekstremis Muslim" dikaitkan dengan tindak-tindak kekerasan?

Pada bagian akhir, kujelaskan bahwa "Islam" berasal dari bahasa Arab "salaam" yang bermakna damai. Islam adalah agama yang mengajarkan para pemeluknya untuk mengembangkan dan memelihara perdamaian di seluruh dunia. Namun demikian, pertanyaan yang diajukan kepadaku tetaplah sama, "Can you have more than one wife?"

Wednesday, April 09, 2008

Aku Ingin Mencintaimu...

Selain menelepon, aku juga memiliki jadwal berkala menulis kartu pos untuk anak-anakku. Meski tukang bacanya hanya satu, yakni si sulung Hanan, tetapi aku selalu menulis untuk ketiga anakku bergantian satu persatu. Beberapa hari yang lalu, kembali aku mengirimkan sebuah kartu pos dengan harapan akan sampai di Indonesia hari ini. Berlainan dengan biasanya, kali ini di kolom penerima bukan salah satu dari ketiga anakku, tetapi kutuliskan : Ibunya Hanan, Maysa, dan Ayham.

Ya... hari ini adalah hari yang istimewa baginya, bagiku, bagi kami, karena sekian tahun lampau kami berdua berjanji untuk menjalin tali kasih suci, menggapai rida Illahi. Sebagai ungkapan rasa hati, kutuliskan di kolom berita kartu pos itu, selarik puisi :

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak pernah terucap,
kayu kepada api yang menjadikannya abu,

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat terucap,
awan kepada air yang menjadikannya tiada...

(Happy wedding anniversary my sweetheart. Maafkan aku bila hingga kini belum dapat menjadi lelaki yang baik bagimu dan anak-anak...)

Tuesday, April 08, 2008

Teknologi Menyingkap Tabir

Saat itu, waktu menjelang tengah malam. "Belum tidur, Boss?" begitu bunyi pesan yang kukirim melalui yahoo messenger kepada seorang kawan, yang kutahu tidak terbiasa begadang sampai malam. Lama tak ada balasan, sampai kemudian muncul jawaban, "Perasaan..... saya sedang invisible? Kok Pak Ali bisa tahu saya masih di depan komputer?". Ha..ha..ha.. rupanya, ia tak segera menjawab, karena merasa perlu memastikan bahwa tak ada yang salah dengan YM-nya.

Memang, tak ada yang salah dengan YM-nya. Namun, dengan sebuah website yang berslogankan "Who is invisible in Yahoo! Messenger", kita dapat mengetahui siapa-siapa saja teman kita yang sedang invisible atau appear offline. Jadi, meskipun ia tidak tampak online, kita bisa tahu bahwa dia sesungguhnya sedang online.


Memang, "penemuan" ini menjadikan kebebasan kita untuk "bersembunyi" menjadi berkurang, karena orang akan dengan mudah mengetahui chat status kita yang sesungguhnya. Aku pun sering iseng melihat-lihat siapa saja yang sedang bersembunyi dari keramaian. Tak masalahlah bagiku bila seseorang itu bersembunyi, karena itu berarti dia memilih "invisible to everyone", bersembunyi dari semua orang.

Namun, suatu ketika, aku sungguh terperanjat kala kumasukkan yahoo ID seorang kawan yang tampak offline di daftar YM-ku, namun muncullah status yang sebenarnya : online (bukan invisible). Untuk meyakinkan bahwa tak ada masalah dengan YM-ku dan website penguak status, kulakukan beberapa pengujian, dan hasilnya tak ada yang salah. Kukonfirmasikan pula status orang tersebut pada YM kawan yang lain, dan hasilnya pun positif : (ia sedang) online. Artinya, ia menyetel YM-nya agar appear offline hanya padaku. Aku sungguh bersedih hati menyadari kenyataan, bahwa ada yang (selama ini) menganggap chatting denganku adalah sebuah beban. Saatnya bagiku untuk introspeksi, mengoreksi diri, menata kembali...

Tuesday, April 01, 2008

My Wife is a Chinese

Siang itu, Hanan, anak sulungku, pulang dari sekolah dengan bersungut-sungut. Hasil ulangan yang dibagikan hari itu tak sesempurna seperti biasanya. Ada satu soal yang disalahkan oleh gurunya, yakni pada pertanyaan yang berbunyi : "Dari manakah asal ibumu?" Dengan pengetahuan yang dia miliki, dengan mantap ia menuliskan jawabannya : Cina. Dan, gurunya pun menghadiahkan silang, tanda bahwa jawabannya disalahkan.

Tentu saja, kemudian ia mengadu kepada ibunya, dan juga kepadaku pada saat jadwal rutin menelepon ke rumah. Aku juga tak faham, bagaimana gurunya bisa menyalahkan jawaban anakku. Padahal, dengan model pertanyaan terbuka semacam itu, jawaban apa pun bisa benar. Apalagi, aku masih ingat, kala mengisi bio data orang tua, kutuliskan di kolom suku bangsa dengan Jawa untukku, sedangkan istriku kutuliskan : Tionghoa.

Memang, tak banyak yang segera percaya setiap kali kubilang bahwa istriku keturunan Tionghoa. Meskipun berkulit amat putih, tetapi ia memiliki mata yang lebar. Kuingat bagaimana seorang mahasiswa Teknik Kimia NCKU asal Surabaya, bahkan beberapa kali mengulangi pertanyaan yang sama untuk meyakinkan dirinya, "Benar... istri Bapak... Chinese???" (barangkali ia tak percaya, ada seorang keturunan Tionghoa memilih menikah dengan lelaki berkulit gelap sepertiku, he..he..he..). Sesungguhnyalah, aku pun baru tahu bahwa istriku berketurunan Tionghoa bahkan lama setelah menikah. "Wah, taarufnya kurang tuh...," ledek seorang mahasiswi lain asal Bukittinggi. Sayang, ia meledek lewat instant messenger, sehingga tak dapat kulihat wajahnya yang pasti kebingungan menanggapi kala balik kujawab, "Memangnya, itu hal yang penting?", karena aku percaya ia hafal benar makna firman Allah dalam Qur'an 49:13 yang berbunyi:



Menikah dengan pasangan yang berbeda budaya sesungguhnyalah sungguh amat berwarna, meski tak urung kerepotan-kerepotan kecil acap muncul. Anak-anakku, misalnya, sering dengan bingung bolak-balik bergantian memandangi wajah Bapak dan Ibunya yang mengajari melafalkan kata-kata dengan cara yang amat berbeda. Kata-kata "batik, kotak, bebek" serta kata-kata lainnya yang berakhiran dengan huruf "k" selalu kulafalkan seperti "hamzah" dengan bunyi "k" lemah, sementara istriku selalu melafalkannya seperti "kaf" dengan bunyi "k" kuat. Belum lagi deretan istilah yang berlainan.

Hal-hal lucu juga sering muncul tak terduga. Menyadari kenyataan kulitku agak berbeda (jauh) dengan anak-anakku, istriku sering menggoda kemungkinan orang tak akan percaya bahwa anak yang kugendong adalah anakku. Dan itu sungguh terjadi. Pada suatu sore, aku sedang menggendong anak bungsuku, ketika seorang tukang pencatat meteran listrik masuk halaman rumah. Seusai menjalankan tugasnya, sebelum pamit ia sempat bertanya dengan muka serius dan sama sekali tidak tampak sedang bercanda, "Ini anak siapa, Pak?"

Friday, March 21, 2008

Jagalah Hati

Memang tak mudah untuk menjaga hati, agar selalu dalam keadaan yang bersih, tanpa rasa iri, tanpa rasa dengki, serta penyakit-penyakit hati lainnya. Mungkin karena itu pulalah kita selalu harus diingatkan makna penting untuk menjaga hati kita, sebagaimana syair lagu yang dipopulerkan oleh dai kondang AA Gym:

Jagalah hati
Jangan kau kotori
Jagalah hati
Lentera hidup ini...

Entah dengan niat yang sama, untuk menjaga hati dari segala penyakit hati, ataukah menjaga hati dari kemungkinan tercuri (barangkali oleh pencuri hati? he..he..), hari ini setidaknya tujuh mahasiswa program magister di Departemen Teknik Kimia NCKU, seperti kompak ingin menjaga hati mereka masing-masing. Setidaknya, begitulah yang terpampang pada chat status instant messenger mereka:


  • Devi : Jagalah hatiiiiiiiiiiiiii...sip2...
  • Eva : Jagalah hati, jangan kau kotori...Jagalah hati lentera hidup ini
  • Hanik : Jagalah hati, hihihi
  • Nanik : Kenapa... hrs jaga hati?
  • Netta : Jagalah hati huk huk
  • Novita : "Jagalah hati... " (seems to be a big challenge, doesn't it?!?) ^ ^
  • Siti : Jagalah hati... hiks hiks

Sinta, mahasiswa NCYU, yang bingung dengan kekompakan kawan-kawannya di NCKU, menulis chat statusnya sebagai berikut: koq pada "jagalah hati" semua statusnya? ah... ikutan ya... "JAGALAH...KEBERSIHAN !!"

Sunday, March 16, 2008

Hilang Netti, Datang Siti

Ia seorang sahabat yang mampu membuat suasana menjadi ceria. Dan, yang terpenting, ia jago memasak. Dalam berbagai kesempatan, ia menunjukkan kebolehannya memasak dengan menjadi komandan di "Dapur Umum", Room 209. Tentu saja, para mahasiswa Indonesia yang saat itu jumlahnya tak banyak, menjadi bersuka cita karena berkesempatan sejenak melupakan rasa kangen masakan dengan cita rasa Nusantara. Namun, sekitar satu tahun lampau, karena pertimbangan keluarga, ia memutuskan tidak kembali ke Taiwan setelah menikmati libur musim dinginnya di tanah air. Netti, demikian ia akrab disapa. Tentu saja, kami bersedih menerima kenyataan ini.

Satu semester berlalu, hingga September tahun lalu datanglah seorang gadis langsing dari Surabaya, yang diterima di Program Magister Departemen Teknik Kimia NCKU. Namanya Siti, namun kawan-kawannya sering menyapanya dengan Cik Siti Nur, yang megasosiasikan dengan penyanyi kondang asal Malaysia, Siti Nurhaliza. Pembawaannya yang ceria mengingatkan kembali kepada Netti. Dan yang lebih mengingatkan kembali kepada sahabat yang saat ini menempuh program doktor di IPB itu adalah kenyataan bahwa Siti ini juga jago masak.


Dalam berbagai kesempatan, ia mengambil tongkat komando urusan masak-memasak. Dengan tangkas ia mengerjakan banyak hal dan membagi tugas ini itu kepada kawan-kawannya, tidak terkecuali kepadaku. Dengan bangga dan senyum mengembang, ia pernah berujar, "Saya senang sekali... Di Indonesia, saya adalah asisten dosen. Di sini, dosen adalah asisten saya...". Tadi malam, sebagai wujud rasa syukurnya atas keberhasilannya lulus dalam sebuah mata kuliah untuk ujian kualifikasi tingkat doktor, ia mengundang seluruh mahasiswa Indonesia untuk menikmati masakan rawon nan lezat...

Friday, March 07, 2008

Ketika Kulkas Harus Masuk Lemari

Menurut peraturan, memasak di dorm jelas dilarang. Tetapi, karena pertimbangan penghematan, masakan Taiwan yang tak mengundang selera, atau sulitnya menemukan makanan halal, membuat banyak mahasiswa Internasional memilih nekat memasak di dorm, meski sebulan terakhir ini --tampaknya karena ditengarai adanya pelanggaran terhadap peraturan-- di setiap lift dipampang pengumuman berukuran besar "No Cooking in the Dorm" (lihat juga cerita terkait di sini).


Nah, hari ini dan besok, banyak mahasiswa Internasional yang harus repot menyembunyikan segala peralatan dan perlengkapan memasaknya. Apa pasal? Hal ini disebabkan selama dua hari tersebut, akan diselenggarakan "Accommodation Cencus Taking", di mana Dorm Manager akan masuk ke setiap kamar untuk memeriksa kelengkapan administrasi serta kepatuhan penghuni terhadap peraturan.

Meski pemeriksaan seperti itu dilakukan rutin setiap semester, namun sebenarnya efektivitasnya sangat rendah. Upaya untuk memastikan bahwa hanya mereka yang berhak yang dapat tinggal di dorm, misalnya, tak pernah berhasil. Ada seorang mahasiswa master di Program Taiwanese Literature asal Vietnam, yang sebenarnya sudah tidak berhak tinggal di dorm sejak satu semester lalu, tetap berhasil "menumpang" di kamar yang dihuni oleh dua orang mahasiswa asal Vietnam juga (kapasitas kamar adalah tiga orang). Alhasil, saat pemeriksaan berlangsung dia hanya perlu menyingkir sementara, tetapi begitu pemeriksaan usai, kembalilah dia menempati (bukan) kamarnya.


Setali tiga uang dengan masalah peralatan berlistrik. Menurut peraturan, hanya komputer, kipas angin, dan heater yang diperbolehkan. Peralatan memasak, rice cooker, microwave oven, apatah lagi kulkas, tentu saja dosa besar. Karenanya, menjelang pemeriksaan, sibuklah para penghuni menyembunyikan seluruh barang terlarangnya. Barangkali tidaklah sulit untuk memindahkan sementara barang-barang yang berukuran kecil, tetapi bagaimana caranya menyembunyikan kulkas? Ada kawan yang cuma menyamarkannya dengan menutupi sprei, ada pula yang menyembunyikannya di dalam lemari pakaian...

Tuesday, March 04, 2008

Pengumuman Dari Tainan

March 3, 2008

To Whom It May Concern,

With the proclaimed aim of globalization and internationalization in academic institutions, higher education in Taiwan is reverberated with efforts to be to connected with the world. To raise our international profile, National Cheng Kung University (NCKU) is currently promoting the recruitment of international students and improving the bilingual environment of the Campus. By doing so, NCKU hopes to expand the global vision and develop cross-cultural interactions for students and faculty in the University.

The application deadline is only a month away (April 9,2008), and we hope that current students can assist in spreading the news along creatively through methods such as mails, blogs, emails, or by phone to all of your foreign friends.

"2008 NCKU Application of Admission for International Students" is now available (http://www.ncku.edu.tw/~ooia/eng/ ). It is most appreciated if you could assist in passing along this information.

Thank you very much for your help.

Yours sincerely,
Huey-Jen Jenny Su, ScD
Vice-President for International Affairs
National Cheng Kung University (NCKU)


親愛的成大同學您好,

為落實校園國際化及擴大學生國際視野,本校近年來積極對外招收優秀國際學生,於此期望提升本校學生的素質及成大之國際聲譽,以活絡國際學生和本國學生的異國文化交流,拓展學生的國際觀。

在此同時,外國學生申請入學招生截止日期(97年4月9日)在即,希望透過本校學生對外推廣此訊息,透過信件、部落格、E-mail、電話聯絡等方式讓您的朋友、或其他認識的外國友人了解此訊息。

本年度「國立成功大學外國學生申請入學招生簡章」已定,並公佈於網站 (http://www.ncku.edu.tw/~ooia/),內有詳細期程、申請方式介紹,希望您協助傳遞此資訊。非常感謝各位同學的協助,並誠摯地邀請各位一起參與成大的進步,讓成大的每一個角落發光,躋身國際一流大學,讓世界看見成大。

最後,預祝各位同學在新的一年中身體健康,心想事成。

國立成功大學國際學術處
處長 蘇慧貞 敬上
2008.3.3

Saturday, March 01, 2008

Kala Sembahyang Subuh Tak Mudah Dilakukan

"tadi subuh kan alarmku bunyi sebagaimana biasanya
eh tau ga, kamar sebelah tiba2 ngedokdok pintuku
huhuhuhu...
otomatis aku ma teman sekamar langsung kaget
spontan kumatiin wekerku
setelah weker mati dia langsung balik lagi k kamarnya
huhuhuhuhuhuhu...
gimana dunk?"


Kutipan di atas adalah keluhan seorang kawan kepadaku melalui instant messenger. Dia memang mengandalkan weker yang khusus didatangkan dari tanah air untuk membangunkannya sembahyang subuh. Memang, ada banyak masalah dalam hidup di dormitory, di mana beragam budaya bertemu. Salah satu masalah yang sering dialami oleh mahasiswa muslim adalah ketika menjalankan sembahyang subuh. Mereka sering harus menerima keluhan dari penghuni lain yang merasa terganggu dengan aktivitas mereka dalam menjalankan ibadah di saat yang lain justru baru mulai beranjak ke tempat tidur. Ketidaksukaan mereka diwujudkan dengan beragam cara. Misalnya, pernah suatu ketika, dua pintu kamar yang dihuni mahasiswi Indonesia di lantai 6 tiba-tiba ditempeli "surat cinta" yang entah ditulis oleh siapa, memprotes kegaduhan yang mereka buat di pagi buta. Cara lainnya, ya nggedor pintu seperti yang dialami seorang kawan di atas.

Pun andai tanpa tentangan, sesungguhnyalah bangun pagi untuk sembahyang subuh sudah merupakan perjuangan yang tak mudah bagi sebagian kawan, apalagi di musim dingin seperti sekarang ini. Para mahasiswa teknik kimia, misalnya, sering harus pulang ke dorm lewat tengah malam atau bahkan dini hari guna menyelesaikan eksperimennya. Ada pula yang memiliki kebiasaan chatting dengan keluarganya selepas tengah malam. Akibatnya, diperlukan perjuangan tersendiri untuk membuat mata terbuka sebelum matahari terbit, guna menunaikan kewajiban sembahyang subuh.

Salah satu cara yang juga sering mereka lakukan adalah meminta pertolongan pada orang yang masih menjalankan tradisi "hidup normal", yang beranjak ke tempat tidur pukul 23:00 atau 24:00 dan bangun sekitar lima jam kemudian. Jadi, adalah hal jamak kalau aku bangun tidur di pagi hari, menyalakan laptop, dan mendapati offline messege yang berbunyi: "tolong miskol saya pukul 6:00 untuk sembahyang subuh, sampai saya bangun ya...please...please..."

Saturday, February 23, 2008

Kali Ini, Saya Faham Isi Khutbah

Hari Jumat kemarin, pukul 13:00, orang-orang masih berkerumun di depan Masjid Tainan. Biasanya, pada saat seperti itu khatib sudah akan mengakhiri khutbahnya. Memang, tidak seperti biasanya, saat itu pintu Masjid masih terkunci, sehingga kami tak dapat masuk. Seorang jemaah Taiwan yang baru tiba, begitu mengetahui apa yang terjadi, segera memacu kembali skuternya untuk mengambil kunci cadangan.

Sekitar 15 menit kemudian ia kembali dengan kunci cadangan, dan kami pun memasuki Masjid. Saat menaiki tangga, kami melihat dua orang jemaah Taiwan yang baru masuk bersama kami berbincang-bincang dengan Imam Masjid di sebuah kamar. Ternyata, Imam Masjid ada di dalam, namun tampaknya ia sedang sakit dan tertidur, sehingga tak ingat harus membuka pintu Masjid.

Masalah berikutnya muncul kala kami semua telah siap untuk memulai rangkaian sembahyang Jumat, namun Imam Masjid belum juga tampak. Tidak seperti di Indonesia yang khutbah jumat biasa disampaikan oleh khatib yang berganti-ganti, selama satu setengah tahun tinggal di Tainan, saya hanya mengenal satu orang khatib, yakni sang Imam Masjid.

Saling tunjuk dan dorong pun berlangsung. Entah mengapa, tak seorang pun di antara jemaah yang berbahasa ibu bahasa Arab berani maju ke mimbar. Akhirnya, ada yang bertanya di barisan belakang, "Bagaimana kalau bahasa Indonesia?". Seperti mampu menangkap artinya, ada seorang yang menjawab, "Why not? We never understand chinese either." Akhirnya, Mungki Rahadian, mahasiswa IMBA asal Indonesia maju ke mimbar, dan azan kedua pun dikumandangkan. Ini adalah kali pertama selama tiga semester tinggal di Taiwan, saya bisa faham isi khutbah...

Sunday, February 17, 2008

Nguing Nguing Tet Tet Tet

Setelah berminggu-minggu dikerjakan, akhirnya paper itu pun rampung juga. Alhamdulillah. Bingung juga, apa yang bisa dikerjakan untuk sejenak menyegarkan fikiran. Pilihan akhirnya jatuh pada saluran video sharing, Youtube. Suara-suara merdu penyanyi favoritku seperti Sarah McLachlan, Katie Melua, Diana Krall, dan Norah Jones pun memenuhi ruangan. Pilihan berikutnya adalah sebuah film, yang saking sukanya seorang kawan mengaku sampai menontonnya lebih dari sekali, A Walk to Remember.

Tiba-tiba, sekitar tiga puluh menit menjelang tengah malam, Shengli 6 Student Dormitory, tempat sebagian besar mahasiswa Internasional pasca sarjana tinggal, dikejutkan bunyi alarm yang memekakkan telinga, ...nguing...nguing...tet..tet..tet... berulang-ulang disertai pengumuman yang telah terekam dalam bahasa mandarin.

Karena tak faham isi pengumuman yang disampaikan, aku santai saja sambil terus menikmati penampilan Mandy Moore dan Shane West. Tapi kok, sudah satu menit berlalu alarm itu tak juga berhenti? Kuraih kunci, kukunci pintu kamar, dan melangkah keluar. Di luar sudah ada beberapa kawan dengan kebingungan serupa. Tak faham apa yang terjadi, tak faham apa yang harus dilakukan... Aku membayangkan, apa jadinya bila itu sungguh-sungguh alarm tanda bahaya yang memerlukan tindakan segera para penghuni, sementara kami masih sibuk menduga-duga makna alarm yang perintahnya masih dalam bahasa mandarin, tanpa terjemahan dalam bahasa Inggris...

Setelah sekitar 10 menit, alarm itu pun berhenti. Kala kembali memasuki kamar, kulihat ada beberapa instant messege di layar komputer, menanyakan makna alarm yang baru saja berhenti berbunyi. Maaf, yang ditanya, tak lebih tahu daripada yang bertanya..he..he..he..

Tuesday, February 12, 2008

Ultah Pertama Ayham

Hari ini Ayham, anak ketigaku, berulang tahun yang pertama. Semoga Allah senantiasa menganugerahimu kesehatan, berkah nan berlimpah, serta menjagamu dalam kesalehan, ya nak...

(Maafkan Bapakmu tak dapat selalu mendampingimu melewati hari-hari yang pasti lucu-lucu dan menggembirakan...)

Friday, February 01, 2008

Rindu Tidur Nyenyak

Pagi ini Tainan diselimuti dingin yang menusuk. Suhu mencapai 11 derajat celcius. Meski demikian, aku tetap harus bangun untuk menunaikan sembahyang. Karena air terasa dingin bagai es, seperti hari-hari sebelumnya, kali ini pun aku bertayamum untuk menggantikan wudu. Ritual sembahyang pun dilaksanakan dengan tubuh terus menggigil kedinginan. Brrrrhhhh....

Usai sembahyang, dengan tubuh masih menggigil, kunyalakan laptop. Kulihat di daftar instant messengerku, tak satu pun yang sedang online. Ini adalah keadaan yang luar biasa. Ya, memang saat libur semester telah tiba. Sebagian telah kembali ke tanah air, sebagian lagi pergi ke Taipei atau kota lainnya, serombongan mahasiswa lain merencanakan backpacker traveling keliling Taiwan. Sebagian sedikit yang lain terpaksa harus tetap tinggal menikmati dingin di dormitory.

Meski tak seramai saat masa ujian, hingga kemarin biasanya masih ada satu dua kawan yang online hingga pagi menjelang. Dan bila mereka semua offline pagi ini, itu berarti mereka telah mampu tidur nyenyak. Ya, saat kuliah, terutama saat ujian, tidur nyenyak adalah barang langka. Dan perasaan para mahasiswa biasanya diekspresikan pada chat status instant messenger mereka masing-masing. Meski nongkrong di depan komputer, status "Busy, Stepped Out, Be Right Back, atau Not at My Desk" jamak dipasang mereka untuk menghalangi orang menyapa dan mengajak mengobrol. Ada pula yang memajang status lebih ekspresif seperti "thermo...thermo..." yang merujuk pada salah satu mata kuliah momok di Teknik Kimia, atau "don't panic..don't.." kala laporan belum usai padahal esok hari harus sudah diserahkan, atau yang bergaya lembut nan mengundang simpati, macam "Rindu Tidur Nyenyak...". Selamat tidur nyenyak kawan-kawan...

Sunday, January 27, 2008

In Memoriam Pak Harto

Pagi itu, sebagaimana telah disepakati, kami berkumpul di Jalan Diponegoro, dekat Bioskop Mega21. Demi kepraktisan, kami berlima kemudian hanya menggunakan satu mobil seorang kawan. Mobil kemudian meluncur menuju Jalan Cendana yang bukan dari arah Taman Suropati, yang memang selalu gaduh dengan para mahasiswa yang menuntut mantan Presiden Soeharto segera diadili (waduh sudah lama, saya nggak hafal lagi nama-nama jalannya). Jalan Cendana sendiri tampak lengang. Kami mengamati, ada banyak intel sedang bertugas di beberapa bagian jalan. Di ujung jalan, seorang tentara memberhentikan kami. Tampaknya, kedatangan rombongan kami telah dikomunikasikan, karena ia sepertinya telah mengetahui rencana kedatangan kami.

Menjelang sampai tujuan, tentara yang lain lagi memberhentikan kami. Setelah mengetahui identitas kami, ia segera mempersilakan kami untuk menuju rumah bernomor 8, kediaman Pak Harto. Meski tak lagi menjadi presiden, kami tetap harus menjalani prosedur resmi, termasuk pemeriksaan melalui metal detector. Kemudian kami dipersilakan menanti di ruang tunggu. Tak lama kemudian, kami pun berjumpa (kembali) dengan sosok yang menjadi penguasa Indonesia selama 32 tahun.

Memang, pertemuan itu berlangsung hanya beberapa hari setelah kami juga turut "menduduki" gedung DPR/MPR yang berujung pada lengsernya Pak Harto. Sejak saat itu, di mana-mana orang, terutama mahasiswa, menuntut agar ia segera diadili. Karena itu, tidaklah mengherankan bila pada awal pertemuan beliau bertanya, "Kalian menemui saya, apa tidak takut pada para mahasiswa lain yang menuntut saya diadili?" Menemui Soeharto pada saat semacam itu memang bukan sebuah pilihan yang populer, bila tak bisa disebut tindakan yang berani. Namun kami percaya dengan kebenaran petuah untuk menemani raja yang jatuh.

Perbincangan kami dengan beliau berlangsung dengan santai dan akrab. Namun, sayangnya, meski kami telah berusaha sedemikian rupa agar beliau percaya dan terbuka dengan kami, namun kami merasakan beliau masih banyak mengemukakan jawaban-jawaban yang terkesan normatif. Ah, tak terasa waktu menunjukkan saatnya kami harus menunaikan sembahyang Jumat. Sebelumnya, kami berlima dengan jaket kuning pun berfoto bersama dengan beliau. Beliau pun mengundang kami untuk menunaikan sembahyang Jumat di situ. Kami yang tak menyangka dengan tawaran itu pun segera mengiyakan.

Rumah di Jalan Cendana 8 itu sebenarnya terdiri atas dua rumah yang digabung. Ibadah sembahyang Jumat diselenggarakan di sebuah ruangan yang lega dengan beragam hiasan yang indah. Yang menarik adalah adanya beragam bunga anggrek nan indah. Almarhumah Ibu Hartinah Soeharto memang penggemar bunga anggrek. Pada saat itulah kami melihat, bahwa meski tak lagi menjabat Presiden, Pak Harto tetaplah tokoh yang dihormati. Beberapa tokoh dari beragam kalangan tampak datang untuk mengikuti sembahyang Jumat di situ.

Siang ini, hampir sepuluh tahun kemudian sejak kejadian itu, sekitar pukul 13.10 WIB, Pak Harto telah meninggal dunia. Sebagai orang yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dasawarsa, amatlah wajar bila berita kematiannya ditanggapi beragam. Namun, yang pasti, kematiannya mengingatkan kembali kepada kita tentang satu hal, bahwa setiap orang pasti dijemput mati. Dan tiada hal lain yang akan kita bawa serta, kecuali amal baik selama berada di dunia. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Thursday, January 24, 2008

Show Me the Meaning of Being Lonely

Rasanya seperti dejavu. Satu persatu mahasiswa meninggalkan Tainan untuk menikmati libur musim dingin. Namun, mirip dengan yang kualami setahun lampau, aku masih harus berkutat dengan paper yang harus diserahkan sebelum semester baru dimulai. Bila tahun lalu harus menyelesaikan paper Econometrics, kali ini sebuah paper untuk mata kuliah Corporate Finance (1) serta sebuah proposal untuk riset yang diminta oleh pembimbingku.

Memang, tak seluruh mahasiswa Indonesia meninggalkan Taiwan. Mahasiswa Teknik Kimia, misalnya, sebagian besar ternyata bertahan tinggal guna menyelesaikan riset dan projek mereka. Namun, sebagian besar mahasiswa Indonesia di College of Management pulang kampung. Ada yang sekedar menemui keluarga, sebagian lain mencari data untuk menyelesaikan tesis, dan sebagian yang lain pulang untuk menuntaskan misi pribadi, seperti menikah, he..he..he..

Perginya sebagian mahasiswa Indonesia, tak pelak membuat beragam suasana berganti. Mailing list yang biasanya ramai mendadak sepi. Dormitory yang biasanya hiruk pikuk berganti senyap. Yang masih tinggal pun sibuk berkutat dengan urusannya masing-masing di dalam kamar. Dalam suasana seperti ini, rindu pada keluarga terasa semakin dalam. Sunyi pun terasa semakin sepi...

Thursday, January 17, 2008

My Nice Advisor

Pagi ini kutemui pembimbingku, Profesor Chang. Tak salah bila Becky Lee, administrative assistant di departemenku menyebutnya sebagai dosen favorit di seluruh College of Management. Orangnya ramah dan akrab dengan mahasiswa. Di tengah-tengah diskusi mengenai rencana risetku, ia menanyakan kemajuan bahasa mandarinku. "Getting better," jawabku dengan sok yakin. Kala ia menanyakan soal keluarga, kugunakan kesempatan itu untuk mendemonstrasikan kemampuan bahasa mandarinku. Dari raut wajahnya yang tersenyum-senyum simpul, kupikir ia cukup terkesan dengan mandarinku meski kental berlogatkan jawa..he..he..he..

Pada kesempatan lain, ia menanyakan tentang pekerjaanku di perguruan tinggi, sistem penjenjangan jabatan akademik, apakah penghargaan terhadap pekerjaan dosen memadai, serta apakah aku akan kembali mengajar selepas menyelesaikan studi di Taiwan. Aku juga sempat membantunya melafalkan dengan benar nama seorang mahasiswa master asal Indonesia yang juga dibimbingnya. Setelah mencoba berulang kali, akhirnya ia berhasil dan tampak puas bisa melafalkannya dengan lebih baik (memang hanya mandarin saja yang susah? he..he..he..).

Diskusi menarik terjadi kala ia bertanya soal poligami. Mengapa Islam membolehkan seorang pria berpoligami? Bukankah akan lebih mudah dan terhindar dari kerumitan bila cukup punya seorang istri dan (beberapa) pacar saja di saat yang sama? Sedapat mungkin, kujelaskan persyaratan-persyaratan untuk boleh berpoligami. Juga, betapa Islam menganggap extra-marital relationship sebagai dosa, dan bahwa pernikahan, termasuk poligami, lebih menunjukkan tanggung jawab daripada hanya memuaskan hasrat sesaat dengan siapa saja tanpa terikat.

Setelah berbincang selama sekitar 15 menit, akhirnya kami bersepakat untuk bertemu kembali satu minggu sebelum semester baru dimulai. Saat itu, aku sudah harus sudah siap dengan proposal penelitian untuk didiskusikan. Aku sungguh berlega hati, meski ia terkenal amat sibuk namun kala aku pamit ia berkata, "I think I will have enough time to take care of you."

Saturday, January 12, 2008

Pemilu Legislatif

Seperti biasa, pagi ini aku bergegas menuju ruang 62453 guna mengikuti kuliah Special Topics of Corporate Finance. Tapi, aku terperanjat kala mendapati ruangan masih terkunci, lampu gelap, dan tak satu pun mahasiswa yang tampak batang hidungnya. Minggu lalu memang tak ada kuliah karena Sang Profesor ada keperluan lain. Tetapi, saat itu ada email dari staf departemen yang memberitahukan hal tersebut. Kali ini tak ada satu email pun yang mengabarkan ditiadakannya perkuliahan. Mungkinkah telah ada pengumuman di website Universitas yang berversi Mandarin (berbeda dengan versi Inggris yang tampaknya jarang di-update, versi Mandarin hampir selalu ada tulisan baru)?
Barangkali, kuliah hari ini dibatalkan karena bertepatan dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif di Taiwan. Pemilu kali ini, berlainan dengan pemilu empat tahun lampau, menggunakan sistem single-member district, two-vote system, dan memperebutkan 113 kursi. Meski diikuti oleh kandidat dari banyak partai, namun hanya dua partai besar yang bersaing ketat, yakni Democratic Progressive Party (DPP) dan Chinese Nationalist Party (Kuo Min Tang-KMT). Pemilu Legislatif ini akan diikuti oleh Pemilihan Presiden secara langsung pada bulan Maret mendatang, dengan dua calon kuat yakni Frank Hsieh (DPP) dan Ma Ying Jeou (KMT).

Thursday, January 10, 2008

Selamat Tahun Baru 1429 H

Mengucapkan Selamat Tahun Baru 1429 Hijriah.
Semoga tahun ini senantiasa berlimpah berkah dari Allah.
(berlainan dengan di Indonesia yang ditetapkan sebagai hari libur nasional dan diisi dengan beragam kegiatan, tahun baru hijriah tidak dikenal di Taiwan. Just another day lah...)