Friday, May 29, 2009

Kali Ini Masjid Penuh Sesak

Hari Jumat ini, sekitar pukul 12:30 aku sudah sampai di Masjid, setelah menempuh 30 menit perjalanan bersepeda dari asrama, termasuk 10 menit mampir di sebuah pasar tradisional untuk membeli buah-buahan. 

Ada yang berbeda hari ini, pikirku. Biasanya, saat seperti itu belum banyak yang datang, dan baru ramai menjelang khotib naik mimbar sekitar pukul 12:50. Tidak kurang dari sepuluh sepeda telah rapi terparkir di teras masjid. 

Aha! Aku baru teringat, sejak kemarin hingga hari Minggu, Taiwan menikmati libur nasional guna merayakan Dragon Boat Festival, sehingga pabrik-pabrik pun juga tutup. Dengan demikian, para buruh pabrik juga dapat pergi ke Masjid untuk mengikuti sholat Jumat. Biasanya, mereka tidak dapat meninggalkan pabrik, bahkan untuk mengikuti sholat Idul Fitri atau Idul Adha yang hanya setahun sekali.

Ternyata benar, di lantai 3, tempat sholat dilangsungkan, terdapat belasan buruh migran Indonesia sudah rapi duduk dalam shaf. Terdapat juga beberapa wajah Taiwan yang jarang terlihat di hari Jumat biasa. Tak urung, ruang sholat yang hanya berkapasitas 40 orang pun hari itu penuh sesak oleh sekitar 60 orang jamaah. 

Dibandingkan di Indonesia, nasib warga muslim yang mencari rezeki di Taiwan sungguh kasihan. Mereka berkesempatan mengikuti sholat hanya bila libur jatuh di hari Jumat.

Saturday, May 23, 2009

Dari Dialog Ekonomi Calon Presiden

Meski sedang jauh dari tanah air, berkat Youtube, aku juga berkesempatan menyaksikan Dialog Ekonomi Calon Presiden yang diselenggarakan oleh Kadin Indonesia. Meski jumlah video yang diunggah tak sama jumlahnya, yakni hanya 2 video untuk JK, 6 video untuk SBY, dan 9 video untuk Megawati, namun rasanya cukuplah sebagai bahan guna menilai penampilan ketiga calon presiden.

Dari sisi penguasaan panggung, ketiga kontestan memiliki nilai yang relatif sama. Ketiganya tampak nyaman berjalan ke segala arah, meski SBY tampak lebih jaim, sementara Mega dan JK tampil lebih santai, hangat dan akrab. Ketika menjawab tentang pentingnya penggunaan produk lokal, JK bahkan mencopot sepatunya sambil menyebutkan merknya, JK collection. Ia bahkan berulang kali meledek Rina Fahmi Idris, putri Menteri Perindustrian, yang bertanya mengenai strategi pengembangan brand lokal, namun ternyata menggunakan sepatu dan tas produksi luar negeri.

Dari segi penggunaan bahasa Indonesia, SBY tampil dengan bahasa yang paling rapi dan teratur, disusul JK, dan terakhir Mega. Struktur kalimat yang digunakan Megawati paling sering berantakan, kadang meloncat dari satu topik ke topik lain tanpa menyelesaikan kalimat sebelumnya, dan paling banyak menggunakan kata-kata sambung atau penghubung yang sesungguhnya sama sekali tidak perlu, yang tampaknya terucap sambil memikirkan apa yang hendak diucapkan berikutnya. Tampaknya tim sukses Mega lalai melatih sang capres dengan pertanyaan yang sebenarnya mudah ditebak akan muncul di acara semacam itu.

Dalam penggunaan bahasa Inggris, mungkin karena pernah mengikuti training dan bersekolah di Amerika Serikat, SBY tercatat paling fasih melafalkan kata-kata bahasa Inggris, meski ia sempat terbalik kala ingin mengucap, "at the beginning of the end of crisis." Meski dengan pelafalan yang tak sebagus SBY, JK mengucapkan beberapa kata berbahasa Inggris tanpa cela. Sementara itu, Megawati beberapa kali mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Inggris, yang sebenarnya mudah ditemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sayangnya, setidaknya ada tiga kata yang tercatat dilafalkan dengan cara yang tidak lazim, yakni: " sustainable", "pushing", dan "treadmill."

Saat menjawab pertanyaan, setidaknya tiga kali Megawati mengawali dengan kalimat, "Pertanyaan yang sulit." Bahkan, ketika ditanyakan tentang program 100 hari bila ia terpilih lagi sebagai presiden, ia menolak menjawab dengan dalih hal itu lebih cocok diputuskan saat sudah terpilih kelak. Padahal, sang pengusaha jelas-jelas menanyakan program 100 hari untuk mengetahui prioritas kebijakan jangka pendek sang calon presiden, sebagai sebuah referensi penting bagi pengusaha dalam menentukan dukungan. Dibandingkan Megawati, JK dan SBY tampak lebih tangkas dan mengena dalam menjawab pertanyaan (dan gugatan) para pengusaha.

Dari segi kedalaman jawaban, SBY bisa disebut paling bagus. Ia menjawab setiap pertanyaan dengan sistematis dan mengena. Dengan gayanya sebagai pengusaha, JK cenderung mengedepankan hal-hal yang teknis dan praktis. Sementara, lagi-lagi Megawati tampaknya berada di bawah nilai kedua pesaingnya. Jawaban-jawabannya acap tak mengena dan tak fokus. Rasanya, jauh dari standar jawaban seorang pengambil kebijakan nasional teratas.

Friday, May 15, 2009

Because I am a Muslim ...

Waktu sudah menunjukkan setengah tujuh malam lewat beberapa menit kala aku usai menunaikan sembahyang magrib. Rasanya malas sekali untuk berangkat kuliah pengganti yang dijadwalkan pukul 19:00-21:00 malam itu. Tetapi, juga terasa tidak nyaman untuk membolos, karena sebelumnya sang dosen telah mengkonfirmasikan waktu kuliah pengganti ini kepada para mahasiswa, dan aku sudah berjanji bisa hadir. Apalagi, ia berjanji akan membelikan pizza hut sebagai makan malam untuk seluruh kelas.



Ternyata, hampir seluruh mahasiswa hadir. Dan, setelah satu jam berlalu, bu dosen pun meminta dua orang mahasiswa untuk membeli pizza, yang berjarak sekitar 10 menit dengan menggunakan skuter, termasuk beberapa kali berhenti di lampu merah. Sebelumnya, bu dosen ini bertanya macam pizza yang diinginkan para mahasiswanya. Ketika teman sebelahku menyampaikan kalau aku tak boleh memakan babi. sang dosen muda yang pernah tinggal di Inggris dan Amrik ini tampak terperanjat.

"Why?" ia bertanya. "Is it because of health reason? Tradition? or...?
"Because I am a Muslim," jawabku sambil tersenyum.
"Really?!!" ia bertanya seolah tak percaya. "So, you have to pray five times a day?" tanyanya memastikan dengan menanyakan hal yang tampaknya paling diingat tentang Islam.
"Yes," sahutku.
Kemudian kami sedikit berbincang tentang kewajiban sholat lima waktu, sebelum ia kembali mengurus pesanan pizza.

Beberapa saat kemudian, saat ia berjalan mendekati tempat dudukku, kutanyakan alasan mengapa ia tampak begitu terperanjat mengetahui aku seorang muslim. Dan jawaban yang dia kemukakan sungguh membuatku ganti terperanjat. Katanya, "I thought muslims are only those who come from middle eastern countries."

"You are absolutely wrong," sergahku. "As a matter of fact, Indonesia is the world's most populous muslim country," lanjutku sambil menerangkan keberagaman kehidupan agama di Indonesia.

Diskusi pun terputus ketika pesanan pizza datang. Hanya sayang, tak seperti bila membeli pizza di Indonesia, di sini tak ada saus pedas yang menyertai. Rasanya kurang greget deh...