Monday, February 22, 2010

Ketika Cinta Bertasbih di Awal Musim Dingin

Taiwan sudah mulai memasuki musim semi, meskipun udara dingin masih kerap datang menusuk tulang. Bunga-bunga pun mulai bermekaran mengiringi warga yang bersiap-siap beraktivitas kembali usai melewati libur tahun baru Imlek dengan mengunjungi sanak kerabat.

Libur tahun baru Imlek, yang di Taiwan berlangsung selama sembilan hari, juga merupakan saat yang dinantikan oleh sekitar seratus ribu buruh migran Indonesia (BMI) yang sedang mengadu nasib di negeri yang kerap dilanda angin topan ini. Bukan saja karena pada saat itu mereka akan berkesempatan menerima angpao yang pada beberapa tempat kerja jumlahnya bisa mencapai satu kali gaji, namun juga karena saat itu merupakan kesempatan yang langka untuk sejenak rehat dari rutinitas kerja yang melelahkan.

Seperti telah menjadi tradisi, saat libur tahun baru Imlek juga acap dimanfaatkan oleh para buruh migran Indonesia untuk memperkukuh keimanan dengan mengadakan pengajian berskala besar, sebagai gong dari pengajian rutin yang juga ajeg diadakan bersama para mahasiswa.

Salah satu yang aktif menyelenggarakan acara pengajian itu adalah para buruh migran yang bekerja di seputar Tainan, kota budaya dan ibukota lama Taiwan yang terletak di Taiwan bagian Selatan. Tahun lalu misalnya, mereka yang berhimpun dalam wadah Forum Komunikasi Keluarga Besar Warga Indonesia di Taiwan (FKKBWIT) mendatangkan Kiai Emha Ainun Najib dan istrinya, Novia Kolopaking. Tahun ini, FKKBWIT menghadirkan Ustad Habiburrahman el Shirazy, penulis novel laris Äyat-Ayat Cinta" dan "Ketika Cinta Bertasbih" untuk membantu mengukuhkan kembali iman mereka.

Menjaga iman tetap kukuh di tengah tekanan pekerjaan yang bahkan sering dikeluhkan tak memungkinkan guna menunaikan sholat lima waktu, sungguh merupakan ikhtiar yang tak mudah. Apalagi bila ditambahkan kenyataan-kenyataan seperti tidak mudahnya menemukan makanan halal, masjid yang hanya berbilang enam di seluruh negeri, atau betapa wanita berjilbab masih sering dilihat dengan pandangan mata aneh.

Oleh karena itu, kemarin (21/02), adalah saat pemandangan langka kembali hadir di Tainan. Sejak pagi hari, lelaki dan perempuan yang sebagian besar berjilbab berduyun-duyun menuju lapangan sebuah sekolah dasar yang letaknya tak begitu jauh dari stasiun kereta api Tainan dan Taman Kota Tainan, tempat para buruh migran biasa melewatkan libur hari Minggu.

Acara pengajian semacam ini adalah juga kesempatan bagi para buruh migran untuk unjuk kreasi. Sejak pukul 10 pagi, kelompok band, kasidah, atau rebana dari berbagai perkumpulan buruh migran dari berbagai wilayah di Taiwan bergantian unjuk kebolehan menghibur sekitar seribuan warga Indonesia yang hadir dari seluruh penjuru Taiwan.

Setelah didahului beberapa sambutan, sekitar pukul 2 siang Ustad Habiburrahman el Shirazy pun naik panggung. Dengan gaya pembawaan yang menarik, diselingi dengan humor membuat ceramah selama dua jam seperti tak terasa. Beberapa jemaah pun sempat mengajukan pertanyaan, baik menyangkut fikh maupun karya-karya sastra beliau. Pukul empat sore lebih sedikit, Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman el Shirazy, pun menutup Pengajian Musim Dingin di awal musim semi dengan memunajatkan doa bersama-sama.

No comments: