Sekitar 15 menit kemudian ia kembali dengan kunci cadangan, dan kami pun memasuki Masjid. Saat menaiki tangga, kami melihat dua orang jemaah Taiwan yang baru masuk bersama kami berbincang-bincang dengan Imam Masjid di sebuah kamar. Ternyata, Imam Masjid ada di dalam, namun tampaknya ia sedang sakit dan tertidur, sehingga tak ingat harus membuka pintu Masjid.
Masalah berikutnya muncul kala kami semua telah siap untuk memulai rangkaian sembahyang Jumat, namun Imam Masjid belum juga tampak. Tidak seperti di Indonesia yang khutbah jumat biasa disampaikan oleh khatib yang berganti-ganti, selama satu setengah tahun tinggal di Tainan, saya hanya mengenal satu orang khatib, yakni sang Imam Masjid.
Saling tunjuk dan dorong pun berlangsung. Entah mengapa, tak seorang pun di antara jemaah yang berbahasa ibu bahasa Arab berani maju ke mimbar. Akhirnya, ada yang bertanya di barisan belakang, "Bagaimana kalau bahasa Indonesia?". Seperti mampu menangkap artinya, ada seorang yang menjawab, "Why not? We never understand chinese either." Akhirnya, Mungki Rahadian, mahasiswa IMBA asal Indonesia maju ke mimbar, dan azan kedua pun dikumandangkan. Ini adalah kali pertama selama tiga semester tinggal di Taiwan, saya bisa faham isi khutbah...