Sang hakim menjawab secara normatif. "Apa yang saya sampaikan ke Komisi Yudisial adalah apa adanya, dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diterima KPK juga memang demikian adanya. Itu sudah dimuat dalam berita negara," tutur hakim kelahiran 1945 ini.
Keraguan anggota DPR ini sesungguhnya mengherankan. Rumus matematika manapun, seharusnya memang tak memungkinkan seorang pegawai negeri dengan gaji Rp 8 juta sebulan untuk memiliki kekayaan yang jauh melebihi jumlah yang telah dilaporkan sang hakim. Si anggota DPR barangkali terlanjur terbiasa dengan kehidupannya atau para koleganya yang bergelimang dengan gaji bejibun dan tunjangan nan beragam. Atau dengan para pejabat mitra kerjanya, yang meski secara resmi bergaji tak tinggi, tetapi entah bagaimana caranya bisa memiliki kekayaan berlimpah. Padahal, kehidupan sebagian besar rakyat yang (katanya) diwakilinya, sesungguhnya bagaikan bumi dengan langit bila dibandingkan dengan kehidupan para mitra kerja DPR itu.
Sebenarnyalah sudah sejak lama para penggiat antikorupsi di tanah air mendesakkan pemberlakuan hukum pembuktian terbalik guna memberantas praktik korupsi. Namun, hingga kini, tuntutan itu tak pernah memperoleh sambutan positif dari para wakil rakyat. Alasannya mudah ditebak, mereka tak siap untuk menjelaskan, dari mana saja asal kekayaannya yang tiba-tiba menggunung. Beragam kasus yang saat ini membelit (bekas) anggota DPR (D) cukup memberi petunjuk, dari mana saja asal kekayaan mereka...