Dari sisi penguasaan panggung, ketiga kontestan memiliki nilai yang relatif sama. Ketiganya tampak nyaman berjalan ke segala arah, meski SBY tampak lebih jaim, sementara Mega dan JK tampil lebih santai, hangat dan akrab. Ketika menjawab tentang pentingnya penggunaan produk lokal, JK bahkan mencopot sepatunya sambil menyebutkan merknya, JK collection. Ia bahkan berulang kali meledek Rina Fahmi Idris, putri Menteri Perindustrian, yang bertanya mengenai strategi pengembangan brand lokal, namun ternyata menggunakan sepatu dan tas produksi luar negeri.
Dari segi penggunaan bahasa Indonesia, SBY tampil dengan bahasa yang paling rapi dan teratur, disusul JK, dan terakhir Mega. Struktur kalimat yang digunakan Megawati paling sering berantakan, kadang meloncat dari satu topik ke topik lain tanpa menyelesaikan kalimat sebelumnya, dan paling banyak menggunakan kata-kata sambung atau penghubung yang sesungguhnya sama sekali tidak perlu, yang tampaknya terucap sambil memikirkan apa yang hendak diucapkan berikutnya. Tampaknya tim sukses Mega lalai melatih sang capres dengan pertanyaan yang sebenarnya mudah ditebak akan muncul di acara semacam itu.
Dalam penggunaan bahasa Inggris, mungkin karena pernah mengikuti training dan bersekolah di Amerika Serikat, SBY tercatat paling fasih melafalkan kata-kata bahasa Inggris, meski ia sempat terbalik kala ingin mengucap, "at the beginning of the end of crisis." Meski dengan pelafalan yang tak sebagus SBY, JK mengucapkan beberapa kata berbahasa Inggris tanpa cela. Sementara itu, Megawati beberapa kali mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Inggris, yang sebenarnya mudah ditemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sayangnya, setidaknya ada tiga kata yang tercatat dilafalkan dengan cara yang tidak lazim, yakni: " sustainable", "pushing", dan "treadmill."
Saat menjawab pertanyaan, setidaknya tiga kali Megawati mengawali dengan kalimat, "Pertanyaan yang sulit." Bahkan, ketika ditanyakan tentang program 100 hari bila ia terpilih lagi sebagai presiden, ia menolak menjawab dengan dalih hal itu lebih cocok diputuskan saat sudah terpilih kelak. Padahal, sang pengusaha jelas-jelas menanyakan program 100 hari untuk mengetahui prioritas kebijakan jangka pendek sang calon presiden, sebagai sebuah referensi penting bagi pengusaha dalam menentukan dukungan. Dibandingkan Megawati, JK dan SBY tampak lebih tangkas dan mengena dalam menjawab pertanyaan (dan gugatan) para pengusaha.
Dari segi kedalaman jawaban, SBY bisa disebut paling bagus. Ia menjawab setiap pertanyaan dengan sistematis dan mengena. Dengan gayanya sebagai pengusaha, JK cenderung mengedepankan hal-hal yang teknis dan praktis. Sementara, lagi-lagi Megawati tampaknya berada di bawah nilai kedua pesaingnya. Jawaban-jawabannya acap tak mengena dan tak fokus. Rasanya, jauh dari standar jawaban seorang pengambil kebijakan nasional teratas.
No comments:
Post a Comment