"I don't have an English name," jawab sang mahasiswi tersipu-sipu.
"Would you like to pick up one now?" tanya sang dosen, terkesan setengah mendesak.
"I have no idea," balas sang mahasiswi sedikit kebingungan.
"Okay, how about Alice? Like 'Alice in Wonderland'?" ujar sang dosen. Kami pun tersenyum-senyum menyaksikan sang mahasiswi yang (seolah) tak berdaya tiba-tiba mendapatkan sebuah nama baru, yang akan harus dipakainya setidaknya sepanjang satu semester di kelas tersebut.
Kejadian seperti di atas bukan sekali itu saja kusaksikan. Di kelas-kelas yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, sang dosen biasanya "memaksa" para mahasiswanya untuk menggunakan nama Inggris, alih-alih nama asli yang berbahasa Mandarin. Pada pertemuan awal satu semester lalu, misalnya, seorang kawan Taiwan memilih nama Stony setelah didesak oleh sang dosen untuk memilih sebuah "English name". Tetapi, mungkin dirasa kurang keren atau barangkali kemudian dia sadar maknanya tak cukup bagus, seminggu kemudian dia mengumumkan perubahan namanya menjadi Jeff.
Masih mending, si Jeff ini membuat pengumuman ketika mengganti namanya. Pernah, suatu hari, aku berulang kali memanggil seorang teman sekelas, "Rachel! Rachel!" Namun, sang gadis ayu itu terus saja berlalu seolah tak mendengar panggilanku. Ketika aku berhasil menghentikannya dan kutanyakan alasan ia tak berhenti, dengan santai ia menjawab, "Oh, I have changed my name. My name is Fiona now." Memang, bagi orang Taiwan, memiliki "English name" bukanlah sebuah keharusan. Mereka baru merasa perlu memiliki nama Inggris bila aktivitas mereka berhubungan dengan orang asing yang sering menemui kesulitan dalam melafalkan dengan tepat nama asli mereka yang memiliki empat nada yang berbeda.
Bila orang Taiwan perlu "English name", orang asing yang tinggal di Taiwan juga perlu memiliki "Chinese name". Begitu datang ke bumi Formosa, setiap mahasiswa akan memperoleh "Chinese name". Ada beberapa cara memperoleh nama China tersebut. Misalnya, dipilihkan nama sesuai dengan kepribadiannya. Seorang teman cantik asal Aceh yang (mengaku) sabar dan pendiam, contohnya, mendapatkan "Chinese name" yang sesuai dengan sifatnya tersebut, meski pelafalannya amat berbeda dengan nama aslinya. Sedangkan sebagian besar yang lain biasanya memperoleh nama yang pelafalannya mirip dengan nama aslinya. Sementara, para mahasiswa keturunan Tionghoa biasanya akan menggunakan nama China sesuai dengan yang diberikan keluarganya.
Berlainan dengan orang Taiwan yang dapat dengan mudah mengganti nama Inggrisnya karena tak terkait dengan urusan administrasi kependudukan atau hukum, tidak demikian halnya dengan para pendatang. Dalam jangka waktu lima belas hari setelah datang di Taiwan, setiap pendatang wajib mengurus Alien Resident Certificate di Kantor Imigrasi. Di kartu ARC ini ada kolom yang berisikan nama China kita. Bahkan, bagi mahasiswa, nama asli bolehlah dimasukkan laci, karena segala urusan administrasi kemahasiswaan hanya mencantumkan nama China kita dalam huruf kanji. Pernah seorang mahasiswa asing yang belum hafal nama Chinanya kebingungan ketika sang dosen menunjukkan daftar mahasiswa di kelasnya sambil berujar, "What's your Chinese name? I have only Chinese names on this list." Mbulet, kan?
No comments:
Post a Comment