Hari Minggu adalah saat melepas kepenatan. Sekitar pukul 10.00, Feri Adriyanto, Bode Haryanto, Samsul Anwar, dan aku berjalan kaki meninggalkan dorm menuju Stasiun Kereta Api Tainan. Pagi itu, kami berempat berencana pergi ke Sinshih (ada pula yang menuliskannya dengan Xin Shih), sekitar 11,4 km ke arah utara Tainan.
Untunglah ada Samsul, yang lumayan fasih berbahasa Mandarin. Kalau tidak, dapat dibayangkan kesulitan yang akan kami alami, karena hampir semua informasi dalam bahasa Mandarin. Termasuk, ketika tiba-tiba ada perintah untuk pindah peron, atau harus bolak-balik bertanya dan naik turun kereta hanya karena tak yakin telah naik kereta yang benar. Yang sedikit mengejutkan adalah ketika mendengar beberapa orang berbicara dalam bahasa Jawa. Ya, memang, biasanya hari Minggu juga dimanfaatkan oleh para TKI untuk melupakan sejenak rutinitas kerja yang mengkungkung.
Untunglah ada Samsul, yang lumayan fasih berbahasa Mandarin. Kalau tidak, dapat dibayangkan kesulitan yang akan kami alami, karena hampir semua informasi dalam bahasa Mandarin. Termasuk, ketika tiba-tiba ada perintah untuk pindah peron, atau harus bolak-balik bertanya dan naik turun kereta hanya karena tak yakin telah naik kereta yang benar. Yang sedikit mengejutkan adalah ketika mendengar beberapa orang berbicara dalam bahasa Jawa. Ya, memang, biasanya hari Minggu juga dimanfaatkan oleh para TKI untuk melupakan sejenak rutinitas kerja yang mengkungkung.
Sesampai di Sinshih, kami kemudian dijemput seorang TKI bernama Kaul (ia biasa dipanggil demikian, entah siapa nama sebenarnya. Ada yang mengatakan dulu namanya Dedy, tetapi sekarang namanya berubah Sonny.) dan berjalan sekitar lima belas menit menuju sebuah sungai. Di bawah kolong jembatan, kami melihat beberapa TKI tengah sibuk menjala ikan. Kata mereka, entah mengapa, ikan-ikan tersebut hanya mau dijala, tidak pernah mau dipancing. Meski penuh ikan, sungai tersebut tak pernah menarik minat orang Taiwan (atau barangkali karena mereka belum tahu, ya?). Jadilah, para TKI dan pekerja Thailand yang banyak memanfaatkannya di hari libur. Sambil membersihkan ikan-ikan hasil tangkapan, kami berbicara ngalor ngidul di pinggir sungai.
Dengan menenteng ikan hasil tangkapan, kami berjalan meninggalkan sungai menuju pabrik tempat para TKI bekerja. Di tempat parkir, telah berkumpul sekitar sepuluh TKI, termasuk mereka yang datang dari pabrik lain. Setelah menunggu sejenak, kami pun menyantap makan siang bersama dengan ikan bakar hasil tangkapan dan bumbu kacang karya mereka sendiri. Berbotol-botol Taiwan Beer pun mereka habiskan sembari bercerita tentang kehidupan mereka. Banyak di antara mereka yang telah bekerja selama 7 tahun di Taiwan. Mereka juga berkeluh kesah tentang pungutan oleh PJTKI yang bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 26 juta. Itu bisa berarti pendapatan bersih yang mereka terima setelah bekerja keras memeras keringat dan membanting tulang selama enam bulan. Teganya...............!!!!!
Dengan menenteng ikan hasil tangkapan, kami berjalan meninggalkan sungai menuju pabrik tempat para TKI bekerja. Di tempat parkir, telah berkumpul sekitar sepuluh TKI, termasuk mereka yang datang dari pabrik lain. Setelah menunggu sejenak, kami pun menyantap makan siang bersama dengan ikan bakar hasil tangkapan dan bumbu kacang karya mereka sendiri. Berbotol-botol Taiwan Beer pun mereka habiskan sembari bercerita tentang kehidupan mereka. Banyak di antara mereka yang telah bekerja selama 7 tahun di Taiwan. Mereka juga berkeluh kesah tentang pungutan oleh PJTKI yang bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 26 juta. Itu bisa berarti pendapatan bersih yang mereka terima setelah bekerja keras memeras keringat dan membanting tulang selama enam bulan. Teganya...............!!!!!