
Namun, suasana sedikit berbeda terlihat semalam, sekitar pukul 20.26. Saat gempa pertama terjadi, sama sekali tidak terlihat kepanikan. Orang-orang tetap santai melanjutkan pekerjaannya masing-masing. Bahkan kuliah tetap berlangsung. Namun, sekitar delapan menit kemudian, guncangan keras terasa diiringi padamnya aliran listrik (entah mana yang benar, menurut berita gempa saat itu berkekuatan 6,7 skala richter, sementara media masa di Indonesia menyebutkan 7,1 skala richter). Kontan orang-orang berlarian menuju ruangan terbuka. Tidak seperti biasanya, malam itu banyak orang memutuskan pulang lebih awal (kampus biasanya mulai sepi pukul 22.00, bahkan banyak yang beraktivitas hingga tengah malam), meski gedung-gedung telah terang kembali.
Sesampai di dorm, orang-orang masih berkumpul di lapangan, berjaga-jaga bila terjadi gempa susulan, sementara beberapa Taiwanese dengan berani memutuskan kembali ke kamarnya. Tampaknya, mereka memang telah terbiasa dengan gempa. Bagi banyak foreigner, gempa tadi malam adalah pengalaman pertama mereka. Seorang teman dari kawasan Afrika Utara, bahkan menuntun sepedanya untuk jarak yang cukup jauh karena tidak memiliki daya lagi untuk mengayuh. "I want to leave Taiwan," ujarnya serius.