Thursday, May 17, 2007

Sepeda

Sepeda adalah alat transportasi penting bagi mahasiswa. Bahkan Rektor Kao (sekarang telah menjadi mantan rektor) pun selalu menggunakan sepeda dalam aktivitas kesehariannya. Hal yang tampaknya akan sulit diharapkan di tanah air. Oleh karena itu, kira-kira seminggu setelah sampai di Tainan, aku pergi membeli sebuah sepeda baru di Carrefour. Ditemani Pak Feri dan Samsul (yang harus terengah-engah karena kuboncengi), kami bersepeda menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit.

Aku memilih membeli sepeda MTB bermerek Aloha, seharga NTD 1,388. Setelah memberi beberapa kebutuhan lainnya, kami bertiga pun kemudian kembali ke dorm. Sepeda itu pun kemudian menemaniku kemana pun aku pergi. Ke kampus, perpustakaan dan lingkungan kampus lainnya menjadi lebih mudah dan nyaman. Apalagi, mobilitas "terpaksa" menjadi tinggi karena untuk sholat aku sering harus kembali ke dorm atau ke research room di gedung IMBA.


Selain itu, hampir setiap Jumat sepeda itu pun menjadi sarana transportasi ke masjid yang berjarak sekitar 20-30 menit perjalanan dengan sepeda. Atau, bila sedang rindu dengan masakan Indonesia, rata-rata sebulan sekali sepeda itu pun menemaniku ke "warung indo" yang menyediakan masakan Indonesia di daerah sekitar Taman Tainan, yang meski jaraknya tidak sejauh ke masjid, namun kondisi jalannya lebih membutuhkan tenaga untuk mengayuh.


Namun, sekitar sebulan lampau, kala pulang dari "warung indo", dalam perjalanan menuju dorm, tiba-tiba ban sepedaku meletus. Terpaksa, sepeda pun harus dituntun. Karena saat itu hari Sabtu sore, bengkel sepeda telah tutup. Minggu pun dia libur. Senin, dengan ditemani Samsul sebagai penerjemah, kubawa sang sepeda ke bengkel di dalam kompleks dorm. Setelah dilihat tingkat kerusakannya, bang bengkelnya mengatakan tak bisa ditambal lagi karena terlalu parah. Terpaksalah harus beli baru, baik ban luar maupun ban dalam. Setelah melalui negosiasi, akhirnya diputuskan harganya NTD 400. Mungkin karena monopoli (aku tak pernah melihat ada bengkel sepeda lain di sekitar dorm), bengkel ini sering kurasa seenaknya menentukan harga onderdil maupun pelayanannya.


Tiga hari yang lalu, giliran tuas "ganti persneling" sepedaku yang patah. Karena tuas itu adalah salah satu peralatan yang kurasa penting, kubawa kembali sang sepeda ke bengkel yang dulu. Kali ini ia mematok harga NTD 120 untuk sebuah tuas baru plus kabelnya. "Tai gui!", protesku mencoba mempraktekkan bahasa mandarin, sambil mencoba menawarnya NTD 100. Ia tegas menggeleng sambil berulangkali berucap, "No, no, no!" Akhirnya tercapai kesepakatan di harga NTD 110. Setelah delapan bulan, akhirnya cost sepedaku telah menjadi NTD 1,898. Wah, nggak murah lagi, deh......