"Dear brothers and sisters. Please come and join us to break your fast at 5:45 pm on 2nd floor of our dorm. Badri & Dita." Begitu bunyi sms yang kuterima siang itu. Sebuah undangan berbuka puasa untuk mensyukuri kembalinya skuter yang telah sekitar seminggu dicuri orang. Berita penemuan kembali itu disampaikan oleh polisi. Mr Badri, mahasiswa PhD NCKU, langsung dapat mengambil kembali skuternya hanya dengan membayar NT$ 550 sebagai biaya angkut.
Berurusan dengan birokrasi di Taiwan adalah pengalaman tentang efisiensi. Seorang teman yang di pagi hari membeli skuter bekas, membayar biaya balik nama NT$ 1000, di sore hari telah menerima STNK/BPKB yang telah berganti namanya. Ketika mengurus Alien Resident Certificate (ARC), kita hanya perlu datang ke kantor polisi terdekat, mengisi formulir, membayar NT$ 1000, dan kartu pun akan kita terima tiga hari kemudian. Pengalaman ini amat berbeda dengan di Indonesia.
Salah satu persyaratan registrasi adalah ijazah yang dilegalisasi oleh Perwakilan Taiwan di negeri kita. Untuk itu, pertama, kita harus datang ke kantor notaris, yang akan menyatakan kesesuaian fotokopi ijazah dengan aslinya. Uang. Kemudian harus datang ke Departemen Hukum dan HAM, untuk melegalisasi kebenaran tanda tangan notaris. Uang lagi. Setelah itu harus datang ke Departemen Luar Negeri, untuk melegalisasi kebenaran tanda tangan pejabat Departemen Hukum dan HAM. Uang lagi. Setelah itu baru datang ke Taipei Economic and Trade Office (TETO) untuk mendapatkan legalisasi kebenaran tanda tangan pejabat Departemen Luar Negeri. Bayangkan, begitu banyak kantor harus didatangi untuk hanya saling mengesahkan kebenaran tandatangan, yang membutuhkan waktu proses lebih dari dua minggu. Untung saya tinggal dekat Jakarta. Bagaimana dengan mereka yang bertempat tinggal di Maluku atau Papua, misalnya. Yang luar biasa, keabsahan tanda tangan pejabat Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, harus disahkan oleh pejabat Kantor Perwakilan negara lain!