Tepat pukul 09.00. Kukayuh sepeda meninggalkan halaman dorm. Kususuri jalanan Tainan yang mulai menggeliat. Perjalanan terasa panjang dan melelahkan bila harus dilalui sendirian. Dua puluh tujuh menit kemudian, aku baru tiba di Masjid Tainan. Ya, hari itu, Selasa, aku akan mengikuti Shalat Idul Fitri. Samsul, Hensi, dan Hesti memilih shalat di Kaohsiung, sementara teman mahasiswa lain harus mengikuti kegiatan perkuliahan di Kampus (sungguh malang nasib di negeri orang, harus kuliah saat lebaran).
Sekitar lima belas menit aku bercengkerama dengan Mungki, istrinya, dan para TKI di lantai 2, sebelum kemudian naik ke lantai tiga untuk takbiran. Waktu menunjukkan pukul 10.00, namun belum ada tanda-tanda shalat akan dimulai. Ketika waktu menunjukkan pukul 10.30, suara sudah terasa serak, karena telah bertakbir selama sekitar 45 menit, namun belum ada tanda-tanda shalat Id akan segera dimulai. Jamaah telah berkumpul sekitar 40 orang, sebagian besar adalah para TKI dari wilayah sekitar Tainan (sebagian dari mereka baru selesai bekerja pukul 08.00, sebagian lagi harus kembali kerja pukul 13.00).
Pukul 10.40, shalat didirikan. Tidak seperti kebiasaan di Indonesia, di Taiwan, setelah takbiratul Ihram diikuti dengan 3 kali takbir. Sementara, pada rakaat kedua, setelah imam membaca Al-Fatihah dan surah, kemudian takbir lagi 3 kali, baru ruku'. Selesai shalat, imam naik mimbar dan membaca khotbah yang berlangsung selama 20 menit dalam bahasa Arab dan Mandarin. Seusai shalat, kami bersalam-salaman, kemudian menikmati santap lebaran ala Taiwan di lantai 2. Tentu saja, tak ada ketupat di sana.
Sehari sebelumnya, sesungguhnya kami telah tidak berpuasa. Namun, mengingat jauhnya perjalanan, sementara tetap ada kelas yang harus diikuti, kami tidak pergi ke Taipei atau Taichung yang menyelenggarakan shalat Idul Fitri di hari itu. Di dorm, kami merayakan lebaran dengan saling bermaafan dan menyantap beragam masakan dan kue yang disiapkan oleh Mr Feri, Samsul,Hensi, Hesti, dan tentu saja sang komandan, Netti Tinaprilla. Selain para mahasiswa asal Indonesia, turut bergabung Mohammed Tahiri dari Maroko, dan Edu Bringas dari Peru. Suasana yang penuh suka cita, sedikit mengobati kerinduan pada keluarga di tanah air.
Sekitar lima belas menit aku bercengkerama dengan Mungki, istrinya, dan para TKI di lantai 2, sebelum kemudian naik ke lantai tiga untuk takbiran. Waktu menunjukkan pukul 10.00, namun belum ada tanda-tanda shalat akan dimulai. Ketika waktu menunjukkan pukul 10.30, suara sudah terasa serak, karena telah bertakbir selama sekitar 45 menit, namun belum ada tanda-tanda shalat Id akan segera dimulai. Jamaah telah berkumpul sekitar 40 orang, sebagian besar adalah para TKI dari wilayah sekitar Tainan (sebagian dari mereka baru selesai bekerja pukul 08.00, sebagian lagi harus kembali kerja pukul 13.00).
Pukul 10.40, shalat didirikan. Tidak seperti kebiasaan di Indonesia, di Taiwan, setelah takbiratul Ihram diikuti dengan 3 kali takbir. Sementara, pada rakaat kedua, setelah imam membaca Al-Fatihah dan surah, kemudian takbir lagi 3 kali, baru ruku'. Selesai shalat, imam naik mimbar dan membaca khotbah yang berlangsung selama 20 menit dalam bahasa Arab dan Mandarin. Seusai shalat, kami bersalam-salaman, kemudian menikmati santap lebaran ala Taiwan di lantai 2. Tentu saja, tak ada ketupat di sana.
Sehari sebelumnya, sesungguhnya kami telah tidak berpuasa. Namun, mengingat jauhnya perjalanan, sementara tetap ada kelas yang harus diikuti, kami tidak pergi ke Taipei atau Taichung yang menyelenggarakan shalat Idul Fitri di hari itu. Di dorm, kami merayakan lebaran dengan saling bermaafan dan menyantap beragam masakan dan kue yang disiapkan oleh Mr Feri, Samsul,Hensi, Hesti, dan tentu saja sang komandan, Netti Tinaprilla. Selain para mahasiswa asal Indonesia, turut bergabung Mohammed Tahiri dari Maroko, dan Edu Bringas dari Peru. Suasana yang penuh suka cita, sedikit mengobati kerinduan pada keluarga di tanah air.