Thursday, September 14, 2006

Sholat Jumat Pertama


Gedung bernomor 12 itu sama sekali tidak besar. Lebih mirip ruko empat lantai, dengan luas setiap lantai sekitar 40 meter persegi. Di atas pintunya terdapat tulisan dalam tiga bahasa, Arab, Cina, dan Inggris: Tainan Mosque. Perlahan-lahan kami menapaki tangga, menuju lantai dua. Di sebuah ruangan, telah duduk sebuah keluarga dengan bapak Pakistan, ibu Taiwan, dan dua anak lelaki mereka. Kami bercengkerama sejenak sambil minum air putih, sebelum kemudian baranjak kelantai tiga, tempat sholat jumat akan dilangsungkan.

Waktu menunjukkan pukul 13.00. Khotib, seorang Myanmar, naik mimbar. Adzan pun dikumandangkan. Jemaah terus berdatangan, hingga berjumlah duapuluh orang dewasa dan dua orang anak-anak. Sembilan di antaranya mahasiswa Indonesia. Khotib membacakan khotbahnya dalam bahasa Arab, kemudian dilanjutkan dengan menyampaikan terjemahannya dalam bahasa Mandarin. Tidak ada kotak amal diedarkan. Dua puluh menit berlalu. Khotbah usai dan sholat pun didirikan.

Seusai sholat, kami kembali bercengkerama di lantai dua sambil minum air putih yang tersedia. Keluarga Pakistan-Taiwan itu mengundang kami, para mahasiswa Indonesia, untuk makan siang minggu berikutnya, sebagai syukuran rumah barunya. Dan sibuklah keluarga itu berdiskusi dengan para mahasiswi tentang rencana masakan serta sayuran dan bumbu yang diperlukan. Seorang teman bertanya kepada saya, "Saya perhatikan, Pak Ali amat serius memperhatikan khotbah tadi? Apakah faham bahasanya?" Saya menjawab, "Di Bogor, saya sering menghadiri sholat Jumat, yang disampaikan dalam bahasa Sunda. Jadi kalau tidak faham isi khotbah, itu mah biasaaaaaaaa."

2 comments:

Feri Adriyanto said...

yang ironis adalah muslim Taiwan yang semakin lama semakin berkurang..jamaah muslim Taiwan kebanyakan adalah orang tua..sangat jarang sekali ada anak muda Taiwan yang muslim ...saya takut suatu saat nanti semakin berkurang jumlah jamaah dan pemeluk Islam di Taiwan...mudah2an ini hanya ketakutan saya saja.

Feri Adriyanto said...

Pak Ali, saya menemukan sesuatu yang match dlm foto tersebut. Mba Ana ...khan punya suami yg berdiri di belakang yaitu Mas Mungki. Kemudian, Pak Ali dan Bu Netti sama-sama datang dari IPB. Sedangkan saya dan Hensi sama-sama datang dari Yogya. Nach yang menjadi "sesuatu" adalah yang berdiri di samping kanan P Ali atau samping kiri Mas Mungki...yang berdiri di depan Mas Samsul khan Mba Hesty..nach yang jadi pertanyaan apa ya kira2 hubungan keduanya ? sama-sama mahasiswa IMBA kah ?
Bravo buat P Ali !!!